Jumat, 17 Oktober 2014

sejarah asuransi

Edit Posted by with No comments
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Di Zaman sekarang ini banyak resiko dimasa depan dapat terjadi kepada siapa saja dalam kehidupan sehari-hari mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas, misalnya yang terjadi dalam kecelakaan, kematian maupun sakit semua itu dapat menimpa seseorang yang membuat kerugian besar bagi yang mengalaminya. Oleh karena itu setiap resiko yang dihadapi oleh seseorang harus ditanggulangi sebelum mengalami kerugian yang lebih besar lagi. Salah satunya cara menanggulanginya adalah dengan menggunakan jasa asuransi. Jasa asuransi ini sebenarnya sudah ada sejak zaman kuno. Namun masyarakat saat ini tidak semuanya menggunakan jasa asuransi dikarenakan kurang pahamnya masyarakat terhadap jasa asuransi.
Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko. Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia. Sebenarnya asuransi ini memberikan kemudahan bagi masayarakat, tetapi kesadaran masyarakat untuk beransuransi masih dapat dikatakan rendah, itu dikarenakan  masih ada keraguan untuk menggunakan jasa asuransi ini.

Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga  menawarkan program asuransi syariah.

B.  Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu:
1.    Ketidaktahuan masyarakat mengenai sejarah Asuransi.
2.    Kurang berkembangan Asuransi dalam lingkungan masyarakat.
3.    Ketidaktahuan masyarakat mengenai sistem penggunaan asuransi.

C.  Tujuan
Pada makalah ini saya menguraikan tentang bentuk tulisan dengan tujuan sebagai berikut:
1.    Untuk memberi pengetahuan mengenai sejarah Asuransi dikalangan masyarakat.
2.    Untuk memberi pemahaman terhadap masyarakat dalam perkembangan Asuransi.
3.    Untuk memberi penjelasan dalam sistem penggunaan Asuransi.









BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sejarah Asuransi Zaman Kuno
Secara historis kajian tentang “asuransi” telah dikenal sejak zaman dahulu. Ini dikarenakan nilai dasar penopang dari konsep “asuransi” yang terwujud dalam bentuk tolong-menolong sudah ada bersama dengan adanya manusia.[1] Asuransi bermula dari manusia yang membutuhkan perlindungan terhadap kemungkinan resiko yang dihadapi atas dirinya, hartanya maupun kepentingannya, tetapi kapan, bagaimana dan oleh siapa asuransi itu dimulai masih merupakan teka-teki dan tidak jelas. Penemuan arkeologis Babylon baru-baru ini telah menunjukkan bahwa orang-orang Babylon adalah orang-orang yang terampil dibidang bisnis yang secara jelas mempunyai gagasan kontrak komersial dan konsep tentang bunga. Tetangganya Phoenocians, dipastikan telah mengadopsi konsep-konsep mereka dan telah merambah ke Yunani dan kemudian sampai ke Roma yang mengembangkannya menjadi bentuk asuransi sebagai mana yang kita kenal sekarang.
Menurut Clayton,”Banyak petunjuk menyatakan bahwa orang-orang Babylon telah menjadi bisnisman yang baik dengan gagasan-gagasan sifat kontrak yang jelas dan menggunakan nilai uang sebagai alat menambah pendapatan dengan pinjaman berbunga baik dengan bunga sederhana maupun yang majemuk. Hal ini dengan mudah dapat ditunjukkan oleh referensi mengenai perkembangan dan praktek-praktek kontrak komersial nenek moyang yang kemudian digunakan dan dikenal di seluruh dunia sebagai kontrak Bottomry”. Kontrak “Kontrak Bottomry” atau “respondentia” yang sangat mirip dengan asuransi laut yaitu pada sebuah peraturan dimana pemilik kapal meminjam uang dengan bunga tinggi dan tidak diwajibkan mengembalikan pinjaman tersebut apabila kapalnya hilang. Hal ini juga berlaku terhadap harta milik, sehingga dengan demikian semacam asuransi perampokan dapat ditemukan pada zaman kuno.  Transaksi pinjaman juga dilakukan pada zaman Babylon kuno yang sebagaimana ditunjukkan dalam ajaran Hammurabi (2250 sebelum masehi).
Tindak lanjut dari evolusi bottomry adalah diterapkannya kontrak tersebut oleh orang-orang Yunani sebagai akibat meluasnya perdagangan bangsa Phoenic ke wilayah Yunani pada abad 9 dan 10 sesudah masehi.[2] Pada zaman Alexander Agung (336-323 sebelum masehi) ada usaha manusia yang mirip dengan asuransi, yaitu upaya dari perseorangan  dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.    Jumlah uang pinjaman diberikan sekaligus kepada kota praja oleh yang meminjamkan, misalnya 6.000 drachmen.
2.    Setiap bulan kota praja membayar sejumlah 50 drachmen kepada yang meminjamkan uang hingga ia wafat.
3.    Ketika ia wafat, kepada ahli warisnya atau keluarganya, kota praja akan memberikan 200 drachmen untuk  biaya pemakaman.[3]
Tanda-tanda sederhana bentuk asuransi modern secara ilmiah tampaknya muncul di negara-negara  Eropa dipertengahan abad ke 13. Kita menemukan beberapa contoh asuransi laut di berbagai tempat di Eropa pada waktu itu. Praktek-praktek awal asuransi kelautan dalam bentuk ilmiah, dan berdasarkan “premi”, secara menyakinkan, sangat berkaitan dengan para pedagang di kota Lombardy dan khususnya Florence (tahun 1250) di Italia. Lembaga asuransi ini sebagai bentuk asosiasi yang terbentuk pada masa kekaisaran Romawi oleh para pengrajin, pedagang dan para aktor – Italia yang pertama kali dikenal sebagai “perjanjian asuransi”, yang dilaksanakan pada tanggal 13 Oktober 1347.[4]
Pada tahun 2000 sebelum Masehi para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collagia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa yaitu Collagia Nitrium, kemudian berdiri dengan beranggotakan para budak belian yang diperbantukan pada ketentaraan Kerajaan Romawi.[5]
Dan kita menemukan asuransi maritim sebagai mode di Spanyol kurang lebih pada periode yang sama. Perdagangan yang maju oleh masyarakat di Barcelona, misalnya dengan orang Italia serta dengan pelabuhan-pelabuhan di Laut Tengah hingga akhir abad ke 14 menyebabkan Asuransi Maritim mengalami masa kejayaan awal di Spanyol. Kontrak pertama diketahui bertanggal 12 April 1428. Pada tanggal 21 November 1435, oleh badan Pemerintahan yang mengatur asuransi di Barcelona, Asuransi Maritim untuk pertama kali, dilaksanakan sebagai organisasi yang sah.
Asuransi Maritim kemudian menyebar ke Perancis, Inggris dan negara-negara Eropa lainnya. Asuransi Maritim dipraktekkan di London pada awal abad ke 15, dan tata cara yang digunakan sama dengan yang dilaksanakan di Italia. Badan Hukum Kelautan Negara mensahkan untuk menghindari perselisihan atas kebijaksanaan perasuransian tersebut. Ada bukti mengenai kebijaksanaan tersebut yang tertulis tanggal 20 September 1547 di Italia.[6]
B.  Sejarah Asuransi di Inggris
Bentuk asuransi di Inggris berasal dari gagasan keluarga seperti yang terjadi di negara-negara dingin dan Jerman. Sulit sekali untuk menentukan kontrak asuransi maritim ysng pertama di Inggris tetapi kemungkinan asuransi di Inggris dilakukan lebih akhir daripada Spayol atau Belgia. Catatan mengenai asuransi dibuat pada abad ke 16, meskipun Lombards, sebuah perusahaan non Inggris, melaksanakan asuransi jauh sebelumnya. Kita mendengar kontrak asuransi di Inggris setelah penetapan undang-undang Elisabeth, tentang asuransi pada tahun 1601. Harold E. Rayners mangatakan bahwa,’’kebijaksanaan kemaritiman negara yang pertama kali tertanggal 20 September 1547- sebuah dokumen kecil empat belas baris yang mengatur tentang asuransi maritim dari Cados ke London’’.
Sebelum terjadinya kebakaran besar di Landon pada tahun 1666, tidak ada asuransi kebakaran pada seperempat abad ke 17 menjelang berakhir. Di kota London didirikan asuransi kebakaran kurang lebih pada bulan November 1681, dan pada saat yang bersamaan berdirilah sebuah asuransi swasta yang bergerak dibidang perumahan. Secara berangsur-angsur cakupan asuransi kebakaran semakin meluas hingga ke pabrik-pabrik, rumah dan perusahaan dan menyebar hingga ke luar kota London. Dengan demikian,”dengan mengadaptasikan, serta dengan memanipulasikan limit atas asuransi, lingkup asuransi kebakaran disesuaikan agar memenuhi kebutuhan yang disebabkan adanya perubahan masyarakat”.
Periode 1800-1850. Asuransi maritim berkembang dengan pesat, berkembangnya kebutuhan para pedagang akan perlindungan  terhadap resiko hilangnya barang karena amukan badai, kebakaran dan peperangan, dan tuntutan tersebut ditandai dengan didirikannya Lloyds. Dan bergerak dalam asuransi kebakaran. Kemudian asuransi jiwa berkembang yang disusul asuransi maritim dan kebakaran, ini disebabkan kurangnya pengetahuan dasar asuransi sebelum tahun 1760. Sejak tahun 1806 jumlah anggota Lloyd telah berkembang menjadi 1500, hal ini disebabkan oleh jaminan keamanan yang ditawarkan lebih baik terhadap para tertanggung dari pada oleh perusahaan asuransi lainnya.
Periode 1850-1914. Jenis asuransi lain, yang dikenal sebagai asuransi kecelakaan, dimulai pada periode ini dalam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Peraturan Ledakan Boiler tahun 1882 mewajibkan pada setiap ledakan boiler yang harus dilaporkankepada Lembaga Perdagangan dan kepada pihak yang bersalah diperintahkan untuk membayar sebagian atau seluruh biaya yang diminta.Pada tahun 1890, ketentuan perundangan tahun 1882 diperluas dengan aturan kecelakaan kapal-kapal Inggris, dan pada tahun 1901, tugas-tugas kontrol dan Workshop. Hal ini sangat mendorong meningkatnya bisnis asuransi permesinan dan perdagangan.
Peraturan kompensasi pekerjaan tahun 1900 diperluas cakupannya dengan aturan yang mencakup pekerjaan di lapangan pertanian dan peraturan tahun 1906 memberi perlindungan terhadap semua jenis pekerjaan dan bisnis yang seimbang. Peraturan asuransi perkapalan tahun 1906 mempunyai aturan-aturan yang berkaitan dengan asuransi. [7] Peraturan ini merupakan kumpulan aturan yang cukup besar terdiri dari 94 pasal tetapi kita ambil hanya pasal yang ada kaitannya dengan kepentingan asuransi. Akta ini menggantikan akta tahun 1745 dan 1788, yaitu dibahas agar tiap-tiap perjanjian asuransi laut secara perjudian atau pertaruhan adalah tidak sah, dan perjanjian asuransi laut dibuat tanpa kepentingan dan tanpa harapan untuk mendapatkan kepentingan dalam kandungan itu dan semua PPI (Policy is the Proof of Interest) polis adalah dianggap menjadi perjanjian perjudian atau pertaruhan. “Walau bagaimanapun Akta itu tidak dapat mencegah perjanjian seperti itu, tidak menjadikannya salah, begitu juga tidak sah”.[8]
Periode 1914-1945. Selama periode ini, industri asuransi menghadapi masa-masa yang sulit karena adanya Perang Dunia kedua dan pada umumnya harus memikul beban resiko perang pada masa damai. Namun begitu, pemerintah cukup memberikan dana untuk menjamin pada masa perang. Tanpa menengok masa lalu, sebenarnya industri asuransi mengalami kemajuan yang baik pada tahun-tahun itu.[9]
Periode 1945-1970 adalah periode pembentukan, penyempurnaan dan perkembangan. Kita ketahui bahwa di samping inflasi dan kegagalan Inggris untuk menyesuaikan ekonomi sepenuhnya karena tekanan keadaan akibat perang Dunia kedua, dan akibat keseimbangan krisis pembayaran, pertumbuhan bisnis asuransi, yang diukur dari pendapatan premi telah memecahkan semua rekor sebelumnya.[10]
C.  Sejarah Asuransi Syariah
Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal pada masa Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya, konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sistem aqilah.[11] Al-aqilah berasal dari kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang (571 M). Al-aqilah bahkan tertuang dalam konstitusi pertama di dunia, yang dibuat langsung oleh Rasulullah yang dikenal dengan Konstitusi Madinah (622 M). Al-aqilah sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu. Yaitu, jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (ad-diyah)sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebutdisebut aqilah.[12]
Uang darah atau utang darah pada umumnya disamakan dengan kata diat atau ‘aql yang berarti ganti rugi dibayar oleh pembunuh kepada kelompok atau keluarga orang yang terbunuh. Sebenarnya, pembunuhlah yang harus membayar ganti rugi, namun kemudian kelompoknya yang mengambil alih untuk membayarnya karena pembunuh itu menjadi anggotanya. Pada zaman jahiliah pembayaran yang dikenakan kepada pembunuh adalah sepuluh ekor unta betina. Abdul Mutalib menebus anaknya, Abdullah dengan mengorbankan sepuluh ekor unta betina, dan dia terpaksa mengulangi pengorbanan sebanyak sepuluh kali. Jadi di sini tampaknya seratus ekor unta betina barulah dianggap sama dengan nyawa manusia; dan inilah jumlah yang ditetapkan menurut surat yang ditulis oleh Muhammad kepada Amr Ibnu Hazm. Surat itu juga menetapkan ganti rugi untuk kecacatan otak atau perut yaitu sepertiga (1/3) dari jumlah itu. Bagi orang yang kehilangan mata, tangan atau kaki yaitu separo, untuk kerusakan satu buah gigi atau luka sampai ke tulang yaitu lima ekor unta. Omar menilai uang sebanyak 1.000 dinar atau 1.200 dirham yang sama dengan seratus ekor unta, yang terdahulu itu dibayar oleh “orang emas” (orang Mesir dan Syiria) dan yang terakhir itu dibayar oleh “orang perak” (orang Irak), dan penbayarannya dilonggarkan kira-kira tiga hingga empat tahun.[13]
Sebelum terwujudnya asuransi syariah, terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang rata-rata dikendalikan oleh nonmuslim. Jika ditibjau dari segi hukum perikatan Islam, asuransi konvensional hukumnya haram. Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengandung unsur gharar, maisir, dan riba. Di malaysia, pernyataan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram diumumkan pada tanggal 15 Juni 1972 di mana Jawatan Kuasa Fatwa Malysia mengeluarkan keputusan bahwa praktik asuransi  jiwa di Malaysia hukumnya menurut Islam adalah haram.
Atas landasan bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi yang bisa terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam. Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan  yang diperoleh melalui konsep asuransi Syariah , lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang mengendalikan asuransi berlandaskan syariah. Perusahaan yang mewujudkan asuransi syariah ini  bukan saja perusahaan orang Islam, namun juga perusahaan bukan Islam ikut terjun ke dalam usaha asuransi Syariah.[14]
Rancangan asuransi yang dipandang sejalan dengan nilai-nilai Islam diajukan oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi sebagai berikut:
1.      Semua arsuransi yang menyangkut bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai anggota badan maupun kesehatan harus ditangani secara eksklusif di bawah pengawasan negara. Jika nyawa anggota badan atau maupun kesehatan  manusia tertimpa akibat kecelakaan pada industri atau ketika sedang melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh majikannya, beban pertolongan dan ganti rugi dibebankan pada pemilik pabrik atau majikannya. Bersamaan dengan ini haruslah individu diberi kebebasan mengambil asuransi guna menanggulangi kerugian yang terjadi pada kepentingan dirinya dan keluarganya oleh berbagai kecelakaan sehingga ia dapat memelihara prokdutivitas ekonomi serta kelanjutan bisnisnya.
2.      Hendaklah sebagian besar bentuk asuransi yang berkaitan dengan jiwa, perdagangan laut, kebakaran, dan kecelakaan dimasukkan dalam sektor kecelakaan-kecelakaan tertentu, hak-hak, dan kepentingan-kepentingan serta kontrak-kontrak yang biasa diserahkan kepada sektor swasta.[15]

D.  Perkembangan Asuransi
Asal mula kegiatan asuransi yang dijalankan di Indonesia merupakan kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan Pemerintah Indonesia yang mengatur tentang asuransi baru dikeluarkan pada tahun 1976 dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuanga pada waktu itu. Kemudian Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1136/KMK/IV/1976 tentang Penetapan Besarnya Cadangan Premi dan Biaya oleh Perusahaan Asuransi di Indonesia. Selanjutnya keluar Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1249/KMK.013/1998 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan di Bidang Asuransi Kerugian dan Nomor 1250/KMK.014/ 1988 Tanggal 2 Desember 1988 Tentang Asuransi Jiwa.[16]

Produk asuransi jiwa juga telah banyak dirancang dan dijual melalui sistem syariah (hukum Islam). Produk asuransi syariah menekankan pada prinsip keadilan dalam bentuk bagi hasil serta menghindari unsur judi, menipu, dan bungan yang dilarang dalam Islam. Hebatanya lagi, produk syariah itu ternyata tidak hanya diminati oleh kalangan muslim tetapi juga non-muslim. Oleh karena itu di masa depan, produk asuransi jiwa syariah ini berpontensi untuk tumbuh lebih tinggi daripada asuransi jiwa konversional.[17]

Jasa asuransi di Indonesia telah dikenal sejak lama, dan perkembangan saat ini menjadi saling melengkapi dengan jasa keuangan lainnya. Namun demikian tantangan yang dihadapi sektor ini tidaklah sedikit antara lain praktik reansuransi yang dilakukan oleh asuransi asing. Praktik ini menunjukkan bahwa jasa asuransi kita kurang dipercaya secara internasional dan tidak heran jika transaksi sektor menjadi defisit. Untuk berkompetensi dengan asuransi asing, peningkatan modal menjadi hal yang utama agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya dan pengembangan teknologi informasi.[18]


Peraturan Menteri Keuangan ini kemudian tidak berlaku lagi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian di Indonesia  dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tetang Penyelenggaraan Usaha Perasuransin. Di samping kedua perundang-undangan dan peraturan tersebut dasar acuan pembinaan dan pengawasan usaha asuransi di Indonesia juga didasarkan kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor ;
1.    223/KMK.017/1993 Tanggal 26 Febuari 1993 tentang izin Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
2.    224/KMK.017/1993 Tanggal 26 Febuari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
3.    225/KMK.017/1993 Tanggal 26 Febuari 1993 tentang Penyelanggaraan Usaha Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
4.    226/KMK.017/1993 Tanggal 26 Febuari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Penunjang Usaha Asuransi.[19]


BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan di atas saya mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    Asuransi bermula dari manusia yang membutuhkan perlindungan terhadap kemungkinan resiko yang dihadapi atas dirinya, hartanya maupun kepentingannya, tetapi kapan, bagaimana dan oleh siapa asuransi itu dimulai masih merupakan teka-teki dan tidak jelas. Penemuan arkeologis Babylon baru-baru ini telah menunjukkan bahwa orang-orang Babylon adalah orang-orang yang terampil dibidang bisnis yang secara jelas mempunyai gagasan kontrak komersial dan konsep tentang bunga. Tetangganya Phoenocians, dipastikan telah mengadopsi konsep-konsep mereka dan telah merambah ke Yunani dan kemudian sampai ke Roma yang mengembangkannya menjadi bentuk asuransi sebagai mana yang kita kenal sekarang.
2.    Bentuk asuransi di Inggris berasal dari gagasan keluarga seperti yang terjadi di negara-negara dingin dan Jerman. Sulit sekali untuk menentukan kontrak asuransi maritim ysng pertama di Inggris tetapi kemungkinan asuransi di Inggris dilakukan lebih akhir daripada Spayol atau Belgia. Catatan mengenai asuransi dibuat pada abad ke 16, meskipun Lombards, sebuah perusahaan non Inggris, melaksanakan asuransi jauh sebelumnya.
a.    Periode 1800-1850. Asuransi maritim berkembang dengan pesat, berkembangnya kebutuhan para pedagang akan perlindungan  terhadap resiko hilangnya barang karena amukan badai, kebakaran dan peperangan, dan tuntutan tersebut ditandai dengan didirikannya Lloyds.
b.    Periode 1850-1914. Jenis asuransi lain, yang dikenal sebagai asuransi kecelakaan, dimulai pada periode ini dalam mengalami kemajuan yang sangat pesat.
c.     Periode 1914-1945. Selama periode ini, industri asuransi menghadapi masa-masa yang sulit karena adanya Perang Dunia kedua dan pada umumnya harus memikul beban resiko perang pada masa damai.
d.    Periode 1945-1970 adalah periode pembentukan, penyempurnaan dan perkembangan.
3.    Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal pada masa Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya, konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sistem aqilah.
4.    Asal mula kegiatan asuransi yang dijalankan di Indonesia merupakan kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan Pemerintah Indonesia yang mengatur tentang asuransi baru dikeluarkan pada tahun 1976 dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuanga pada waktu itu.




[1] Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjau Teoritis dan Praktis,(Jakarta: Kencana, 2010), h.155
[2] Afzarul Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid IV, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996), h. 29-32
[3] Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Op Cit., h. 156
[4] Afzarul Rahman, Op Cit., h. 36
[5] Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Op Cit., h. 156
[6] Afzarul Rahman, Op Cit., h. 36-37
[7] Ibid., h.49-60
[8] Mohammad Muslehuddin, Asuransi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 51-54
[9] Afzarul Rahman, Op Cit., h. 63
[10] Ibid., h. 73
[11] Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 137
[12] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 295
[13] Mohammad Muslehuddin, Op Cit., h. 19-20
[14] Gemala Dewi, Op Cit., h. 138-139
[15] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 315-316
[16] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 262
[17] Sugeng Widodo, Mindset Sukses Agen Asuransi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 53-54
[18] Sjamsul Arifin, dian Ediana Rae, dan Charles  P. R. Joseph, Kerja Sama Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2004), h. 294
[19] Kasmir, Op Cit., h. 262

0 komentar:

Posting Komentar