BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Zaman sekarang ini banyak resiko
dimasa depan dapat terjadi kepada siapa saja dalam kehidupan sehari-hari mulai
dari kalangan bawah sampai kalangan atas, misalnya yang terjadi dalam
kecelakaan, kematian maupun sakit semua itu dapat menimpa seseorang yang
membuat kerugian besar bagi yang mengalaminya. Oleh karena itu setiap resiko
yang dihadapi oleh seseorang harus ditanggulangi sebelum mengalami kerugian
yang lebih besar lagi. Salah satunya cara menanggulanginya adalah dengan
menggunakan jasa asuransi. Jasa asuransi ini sebenarnya sudah ada sejak zaman
kuno. Namun masyarakat saat ini tidak semuanya menggunakan jasa asuransi
dikarenakan kurang pahamnya masyarakat terhadap jasa asuransi.
Usaha
asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada
tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut
benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar
nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme
perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko.
Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi
risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga,
asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan
dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat
atau meninggal dunia. Sebenarnya asuransi ini memberikan kemudahan bagi
masayarakat, tetapi kesadaran masyarakat untuk beransuransi masih dapat
dikatakan rendah, itu dikarenakan masih
ada keraguan untuk menggunakan jasa asuransi ini.
Perkembangan
asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program asuransi baik
bagi masyarakat maupun perusahaan. Seiring dengan perkembangan berbagai program
syariah yang telah diusung oleh lembaga keuangan lain, banyak perusahaan
asuransi yang saat ini juga menawarkan
program asuransi syariah.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan
latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu:
1.
Ketidaktahuan
masyarakat mengenai sejarah Asuransi.
2.
Kurang
berkembangan Asuransi dalam lingkungan masyarakat.
3.
Ketidaktahuan
masyarakat mengenai sistem penggunaan asuransi.
C.
Tujuan
Pada makalah ini saya menguraikan tentang bentuk tulisan dengan
tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk
memberi pengetahuan mengenai sejarah Asuransi dikalangan masyarakat.
2.
Untuk
memberi pemahaman terhadap masyarakat dalam perkembangan Asuransi.
3.
Untuk
memberi penjelasan dalam sistem penggunaan Asuransi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Asuransi Zaman Kuno
Secara
historis kajian tentang “asuransi” telah dikenal sejak zaman dahulu. Ini
dikarenakan nilai dasar penopang dari konsep “asuransi” yang terwujud dalam
bentuk tolong-menolong sudah ada bersama dengan adanya manusia.[1]
Asuransi bermula dari manusia yang membutuhkan perlindungan terhadap
kemungkinan resiko yang dihadapi atas dirinya, hartanya maupun kepentingannya,
tetapi kapan, bagaimana dan oleh siapa asuransi itu dimulai masih merupakan
teka-teki dan tidak jelas. Penemuan arkeologis Babylon baru-baru ini telah menunjukkan
bahwa orang-orang Babylon adalah orang-orang yang terampil dibidang bisnis yang
secara jelas mempunyai gagasan kontrak komersial dan konsep tentang bunga. Tetangganya
Phoenocians, dipastikan telah mengadopsi konsep-konsep mereka dan telah
merambah ke Yunani dan kemudian sampai ke Roma yang mengembangkannya menjadi
bentuk asuransi sebagai mana yang kita kenal sekarang.
Menurut Clayton,”Banyak petunjuk menyatakan bahwa orang-orang
Babylon telah menjadi bisnisman yang baik dengan gagasan-gagasan sifat kontrak
yang jelas dan menggunakan nilai uang sebagai alat menambah pendapatan dengan
pinjaman berbunga baik dengan bunga sederhana maupun yang majemuk. Hal ini
dengan mudah dapat ditunjukkan oleh referensi mengenai perkembangan dan
praktek-praktek kontrak komersial nenek moyang yang kemudian digunakan dan
dikenal di seluruh dunia sebagai kontrak Bottomry”. Kontrak “Kontrak
Bottomry” atau “respondentia” yang sangat mirip dengan asuransi laut
yaitu pada sebuah peraturan dimana pemilik kapal meminjam uang dengan bunga
tinggi dan tidak diwajibkan mengembalikan pinjaman tersebut apabila kapalnya
hilang. Hal ini juga berlaku terhadap harta milik, sehingga dengan demikian
semacam asuransi perampokan dapat ditemukan pada zaman kuno. Transaksi pinjaman juga dilakukan pada zaman
Babylon kuno yang sebagaimana ditunjukkan dalam ajaran Hammurabi (2250 sebelum
masehi).
Tindak lanjut dari evolusi bottomry adalah diterapkannya kontrak
tersebut oleh orang-orang Yunani sebagai akibat meluasnya perdagangan bangsa
Phoenic ke wilayah Yunani pada abad 9 dan 10 sesudah masehi.[2] Pada
zaman Alexander Agung (336-323 sebelum masehi) ada usaha manusia yang mirip
dengan asuransi, yaitu upaya dari perseorangan
dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Jumlah
uang pinjaman diberikan sekaligus kepada kota praja oleh yang meminjamkan,
misalnya 6.000 drachmen.
2.
Setiap
bulan kota praja membayar sejumlah 50 drachmen kepada yang meminjamkan uang
hingga ia wafat.
3.
Ketika
ia wafat, kepada ahli warisnya atau keluarganya, kota praja akan memberikan 200
drachmen untuk biaya pemakaman.[3]
Tanda-tanda sederhana bentuk asuransi modern secara ilmiah
tampaknya muncul di negara-negara Eropa
dipertengahan abad ke 13. Kita menemukan beberapa contoh asuransi laut di berbagai
tempat di Eropa pada waktu itu. Praktek-praktek awal asuransi kelautan dalam
bentuk ilmiah, dan berdasarkan “premi”, secara menyakinkan, sangat berkaitan
dengan para pedagang di kota Lombardy dan khususnya Florence (tahun 1250) di
Italia. Lembaga asuransi ini sebagai bentuk asosiasi yang terbentuk pada masa
kekaisaran Romawi oleh para pengrajin, pedagang dan para aktor – Italia yang
pertama kali dikenal sebagai “perjanjian asuransi”, yang dilaksanakan pada
tanggal 13 Oktober 1347.[4]
Pada tahun 2000 sebelum Masehi para saudagar dan aktor di Italia
membentuk Collagia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan
membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal.
Perkumpulan serupa yaitu Collagia Nitrium, kemudian berdiri dengan
beranggotakan para budak belian yang diperbantukan pada ketentaraan Kerajaan
Romawi.[5]
Dan kita menemukan asuransi maritim sebagai mode di Spanyol kurang
lebih pada periode yang sama. Perdagangan yang maju oleh masyarakat di
Barcelona, misalnya dengan orang Italia serta dengan pelabuhan-pelabuhan di
Laut Tengah hingga akhir abad ke 14 menyebabkan Asuransi Maritim mengalami masa
kejayaan awal di Spanyol. Kontrak pertama diketahui bertanggal 12 April 1428.
Pada tanggal 21 November 1435, oleh badan Pemerintahan yang mengatur asuransi
di Barcelona, Asuransi Maritim untuk pertama kali, dilaksanakan sebagai
organisasi yang sah.
Asuransi Maritim kemudian menyebar ke Perancis, Inggris dan
negara-negara Eropa lainnya. Asuransi Maritim dipraktekkan di London pada awal
abad ke 15, dan tata cara yang digunakan sama dengan yang dilaksanakan di
Italia. Badan Hukum Kelautan Negara mensahkan untuk menghindari perselisihan
atas kebijaksanaan perasuransian tersebut. Ada bukti mengenai kebijaksanaan
tersebut yang tertulis tanggal 20 September 1547 di Italia.[6]
B.
Sejarah Asuransi di Inggris
Bentuk
asuransi di Inggris berasal dari gagasan keluarga seperti yang terjadi di
negara-negara dingin dan Jerman. Sulit sekali untuk menentukan kontrak asuransi
maritim ysng pertama di Inggris tetapi kemungkinan asuransi di Inggris
dilakukan lebih akhir daripada Spayol atau Belgia. Catatan mengenai asuransi
dibuat pada abad ke 16, meskipun Lombards, sebuah perusahaan non Inggris,
melaksanakan asuransi jauh sebelumnya. Kita mendengar kontrak asuransi di Inggris
setelah penetapan undang-undang Elisabeth, tentang asuransi pada tahun 1601.
Harold E. Rayners mangatakan bahwa,’’kebijaksanaan kemaritiman negara yang
pertama kali tertanggal 20 September 1547- sebuah dokumen kecil empat belas baris
yang mengatur tentang asuransi maritim dari Cados ke London’’.
Sebelum terjadinya kebakaran besar di Landon pada tahun 1666, tidak
ada asuransi kebakaran pada seperempat abad ke 17 menjelang berakhir. Di kota
London didirikan asuransi kebakaran kurang lebih pada bulan November 1681, dan
pada saat yang bersamaan berdirilah sebuah asuransi swasta yang bergerak
dibidang perumahan. Secara berangsur-angsur cakupan asuransi kebakaran semakin
meluas hingga ke pabrik-pabrik, rumah dan perusahaan dan menyebar hingga ke
luar kota London. Dengan demikian,”dengan mengadaptasikan, serta dengan
memanipulasikan limit atas asuransi, lingkup asuransi kebakaran disesuaikan
agar memenuhi kebutuhan yang disebabkan adanya perubahan masyarakat”.
Periode 1800-1850. Asuransi maritim berkembang dengan pesat,
berkembangnya kebutuhan para pedagang akan perlindungan terhadap resiko hilangnya barang karena amukan
badai, kebakaran dan peperangan, dan tuntutan tersebut ditandai dengan
didirikannya Lloyds. Dan bergerak dalam asuransi kebakaran. Kemudian asuransi
jiwa berkembang yang disusul asuransi maritim dan kebakaran, ini disebabkan
kurangnya pengetahuan dasar asuransi sebelum tahun 1760. Sejak tahun 1806
jumlah anggota Lloyd telah berkembang menjadi 1500, hal ini disebabkan oleh
jaminan keamanan yang ditawarkan lebih baik terhadap para tertanggung dari pada
oleh perusahaan asuransi lainnya.
Periode 1850-1914. Jenis asuransi lain, yang dikenal sebagai
asuransi kecelakaan, dimulai pada periode ini dalam mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Peraturan Ledakan Boiler tahun 1882 mewajibkan pada setiap
ledakan boiler yang harus dilaporkankepada Lembaga Perdagangan dan kepada pihak
yang bersalah diperintahkan untuk membayar sebagian atau seluruh biaya yang
diminta.Pada tahun 1890, ketentuan perundangan tahun 1882 diperluas dengan
aturan kecelakaan kapal-kapal Inggris, dan pada tahun 1901, tugas-tugas kontrol
dan Workshop. Hal ini sangat mendorong meningkatnya bisnis asuransi permesinan
dan perdagangan.
Peraturan kompensasi pekerjaan tahun 1900 diperluas cakupannya
dengan aturan yang mencakup pekerjaan di lapangan pertanian dan peraturan tahun
1906 memberi perlindungan terhadap semua jenis pekerjaan dan bisnis yang
seimbang. Peraturan asuransi perkapalan tahun 1906 mempunyai aturan-aturan yang
berkaitan dengan asuransi. [7]
Peraturan ini merupakan kumpulan aturan yang cukup besar terdiri dari 94 pasal
tetapi kita ambil hanya pasal yang ada kaitannya dengan kepentingan asuransi.
Akta ini menggantikan akta tahun 1745 dan 1788, yaitu dibahas agar tiap-tiap
perjanjian asuransi laut secara perjudian atau pertaruhan adalah tidak sah, dan
perjanjian asuransi laut dibuat tanpa kepentingan dan tanpa harapan untuk
mendapatkan kepentingan dalam kandungan itu dan semua PPI (Policy is the
Proof of Interest) polis adalah dianggap menjadi perjanjian perjudian atau
pertaruhan. “Walau bagaimanapun Akta itu tidak dapat mencegah perjanjian
seperti itu, tidak menjadikannya salah, begitu juga tidak sah”.[8]
Periode 1914-1945. Selama periode ini, industri asuransi menghadapi
masa-masa yang sulit karena adanya Perang Dunia kedua dan pada umumnya harus
memikul beban resiko perang pada masa damai. Namun begitu, pemerintah cukup
memberikan dana untuk menjamin pada masa perang. Tanpa menengok masa lalu,
sebenarnya industri asuransi mengalami kemajuan yang baik pada tahun-tahun itu.[9]
Periode 1945-1970 adalah periode pembentukan, penyempurnaan dan
perkembangan. Kita ketahui bahwa di samping inflasi dan kegagalan Inggris untuk
menyesuaikan ekonomi sepenuhnya karena tekanan keadaan akibat perang Dunia
kedua, dan akibat keseimbangan krisis pembayaran, pertumbuhan bisnis asuransi,
yang diukur dari pendapatan premi telah memecahkan semua rekor sebelumnya.[10]
C.
Sejarah Asuransi Syariah
Lembaga
asuransi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal
Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat
dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga
asuransi ini tidak dikenal pada masa Islam, akan tetapi terdapat beberapa
aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada
prinsip-prinsip asuransi. Misalnya, konsep tanggung jawab bersama yang disebut
dengan sistem aqilah.[11] Al-aqilah
berasal dari kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang (571 M). Al-aqilah
bahkan tertuang dalam konstitusi pertama di dunia, yang dibuat langsung
oleh Rasulullah yang dikenal dengan Konstitusi Madinah (622 M). Al-aqilah sudah
menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu. Yaitu, jika salah satu anggota
suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (ad-diyah)sebagai
kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh
tersebutdisebut aqilah.[12]
Uang darah atau
utang darah pada umumnya disamakan dengan kata diat atau ‘aql yang
berarti ganti rugi dibayar oleh pembunuh kepada kelompok atau keluarga orang
yang terbunuh. Sebenarnya, pembunuhlah yang harus membayar ganti rugi, namun
kemudian kelompoknya yang mengambil alih untuk membayarnya karena pembunuh itu
menjadi anggotanya. Pada zaman jahiliah pembayaran yang dikenakan kepada pembunuh
adalah sepuluh ekor unta betina. Abdul Mutalib menebus anaknya, Abdullah dengan
mengorbankan sepuluh ekor unta betina, dan dia terpaksa mengulangi pengorbanan
sebanyak sepuluh kali. Jadi di sini tampaknya seratus ekor unta betina barulah
dianggap sama dengan nyawa manusia; dan inilah jumlah yang ditetapkan menurut
surat yang ditulis oleh Muhammad kepada Amr Ibnu Hazm. Surat itu juga
menetapkan ganti rugi untuk kecacatan otak atau perut yaitu sepertiga (1/3)
dari jumlah itu. Bagi orang yang kehilangan mata, tangan atau kaki yaitu
separo, untuk kerusakan satu buah gigi atau luka sampai ke tulang yaitu lima
ekor unta. Omar menilai uang sebanyak 1.000 dinar atau 1.200 dirham yang sama
dengan seratus ekor unta, yang terdahulu itu dibayar oleh “orang emas” (orang
Mesir dan Syiria) dan yang terakhir itu dibayar oleh “orang perak” (orang
Irak), dan penbayarannya dilonggarkan kira-kira tiga hingga empat tahun.[13]
Sebelum
terwujudnya asuransi syariah, terdapat berbagai macam perusahaan asuransi
konvensional yang rata-rata dikendalikan oleh nonmuslim. Jika ditibjau dari
segi hukum perikatan Islam, asuransi konvensional hukumnya haram. Hal ini
dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional mengandung unsur gharar,
maisir, dan riba. Di malaysia, pernyataan bahwa asuransi
konvensional hukumnya haram diumumkan pada tanggal 15 Juni 1972 di mana Jawatan
Kuasa Fatwa Malysia mengeluarkan keputusan bahwa praktik asuransi jiwa di Malaysia hukumnya menurut Islam
adalah haram.
Atas landasan bahwa
asuransi konvensional hukumnya adalah haram, maka kemudian dipikirkan dan
dirumuskan bentuk asuransi yang bisa terhindar dari ketiga unsur yang
diharamkan Islam. Dengan adanya keyakinan umat Islam di dunia dan keuntungan yang diperoleh melalui konsep asuransi
Syariah , lahirlah berbagai perusahaan asuransi yang mengendalikan asuransi
berlandaskan syariah. Perusahaan yang mewujudkan asuransi syariah ini bukan saja perusahaan orang Islam, namun juga
perusahaan bukan Islam ikut terjun ke dalam usaha asuransi Syariah.[14]
Rancangan
asuransi yang dipandang sejalan dengan nilai-nilai Islam diajukan oleh Muhammad
Nejatullah Shiddiqi sebagai berikut:
1.
Semua
arsuransi yang menyangkut bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai anggota badan
maupun kesehatan harus ditangani secara eksklusif di bawah pengawasan negara.
Jika nyawa anggota badan atau maupun kesehatan
manusia tertimpa akibat kecelakaan pada industri atau ketika sedang
melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh majikannya, beban pertolongan dan
ganti rugi dibebankan pada pemilik pabrik atau majikannya. Bersamaan dengan ini
haruslah individu diberi kebebasan mengambil asuransi guna menanggulangi
kerugian yang terjadi pada kepentingan dirinya dan keluarganya oleh berbagai
kecelakaan sehingga ia dapat memelihara prokdutivitas ekonomi serta kelanjutan
bisnisnya.
2.
Hendaklah
sebagian besar bentuk asuransi yang berkaitan dengan jiwa, perdagangan laut,
kebakaran, dan kecelakaan dimasukkan dalam sektor kecelakaan-kecelakaan
tertentu, hak-hak, dan kepentingan-kepentingan serta kontrak-kontrak yang biasa
diserahkan kepada sektor swasta.[15]
D.
Perkembangan Asuransi
Asal mula kegiatan asuransi yang dijalankan di Indonesia merupakan
kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan
Pemerintah Indonesia yang mengatur tentang asuransi baru dikeluarkan pada tahun
1976 dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuanga pada waktu itu. Kemudian
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1136/KMK/IV/1976 tentang Penetapan
Besarnya Cadangan Premi dan Biaya oleh Perusahaan Asuransi di Indonesia.
Selanjutnya keluar Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1249/KMK.013/1998 tanggal
20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan di Bidang Asuransi
Kerugian dan Nomor 1250/KMK.014/ 1988 Tanggal 2 Desember 1988 Tentang Asuransi
Jiwa.[16]
Produk asuransi jiwa juga telah banyak dirancang dan dijual melalui
sistem syariah (hukum Islam). Produk asuransi syariah menekankan pada prinsip
keadilan dalam bentuk bagi hasil serta menghindari unsur judi, menipu, dan
bungan yang dilarang dalam Islam. Hebatanya lagi, produk syariah itu ternyata
tidak hanya diminati oleh kalangan muslim tetapi juga non-muslim. Oleh karena
itu di masa depan, produk asuransi jiwa syariah ini berpontensi untuk tumbuh
lebih tinggi daripada asuransi jiwa konversional.[17]
Jasa asuransi di Indonesia telah dikenal sejak lama, dan perkembangan
saat ini menjadi saling melengkapi dengan jasa keuangan lainnya. Namun demikian
tantangan yang dihadapi sektor ini tidaklah sedikit antara lain praktik
reansuransi yang dilakukan oleh asuransi asing. Praktik ini menunjukkan bahwa
jasa asuransi kita kurang dipercaya secara internasional dan tidak heran jika
transaksi sektor menjadi defisit. Untuk berkompetensi dengan asuransi asing,
peningkatan modal menjadi hal yang utama agar dapat meningkatkan kualitas
sumber daya dan pengembangan teknologi informasi.[18]
Peraturan Menteri Keuangan ini kemudian tidak berlaku lagi dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian di
Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor
73 Tahun 1992 tetang Penyelenggaraan Usaha Perasuransin. Di samping kedua
perundang-undangan dan peraturan tersebut dasar acuan pembinaan dan pengawasan usaha
asuransi di Indonesia juga didasarkan kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor ;
1.
223/KMK.017/1993
Tanggal 26 Febuari 1993 tentang izin Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
2.
224/KMK.017/1993
Tanggal 26 Febuari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Reasuransi.
3.
225/KMK.017/1993
Tanggal 26 Febuari 1993 tentang Penyelanggaraan Usaha Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
4.
226/KMK.017/1993
Tanggal 26 Febuari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha
Penunjang Usaha Asuransi.[19]
BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa
penjelasan di atas saya mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Asuransi
bermula dari manusia yang membutuhkan perlindungan terhadap kemungkinan resiko
yang dihadapi atas dirinya, hartanya maupun kepentingannya, tetapi kapan,
bagaimana dan oleh siapa asuransi itu dimulai masih merupakan teka-teki dan
tidak jelas. Penemuan arkeologis Babylon baru-baru ini telah menunjukkan bahwa
orang-orang Babylon adalah orang-orang yang terampil dibidang bisnis yang
secara jelas mempunyai gagasan kontrak komersial dan konsep tentang bunga.
Tetangganya Phoenocians, dipastikan telah mengadopsi konsep-konsep mereka dan
telah merambah ke Yunani dan kemudian sampai ke Roma yang mengembangkannya
menjadi bentuk asuransi sebagai mana yang kita kenal sekarang.
2.
Bentuk
asuransi di Inggris berasal dari gagasan keluarga seperti yang terjadi di
negara-negara dingin dan Jerman. Sulit sekali untuk menentukan kontrak asuransi
maritim ysng pertama di Inggris tetapi kemungkinan asuransi di Inggris
dilakukan lebih akhir daripada Spayol atau Belgia. Catatan mengenai asuransi
dibuat pada abad ke 16, meskipun Lombards, sebuah perusahaan non Inggris,
melaksanakan asuransi jauh sebelumnya.
a.
Periode
1800-1850. Asuransi maritim berkembang dengan pesat, berkembangnya kebutuhan
para pedagang akan perlindungan terhadap
resiko hilangnya barang karena amukan badai, kebakaran dan peperangan, dan
tuntutan tersebut ditandai dengan didirikannya Lloyds.
b.
Periode
1850-1914. Jenis asuransi lain, yang dikenal sebagai asuransi kecelakaan,
dimulai pada periode ini dalam mengalami kemajuan yang sangat pesat.
c.
Periode
1914-1945. Selama periode ini, industri asuransi menghadapi masa-masa yang
sulit karena adanya Perang Dunia kedua dan pada umumnya harus memikul beban
resiko perang pada masa damai.
d.
Periode
1945-1970 adalah periode pembentukan, penyempurnaan dan perkembangan.
3.
Lembaga
asuransi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal
Islam, akibatnya banyak literatur Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat
dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga
asuransi ini tidak dikenal pada masa Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas
dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip
asuransi. Misalnya, konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan sistem aqilah.
4.
Asal
mula kegiatan asuransi yang dijalankan di Indonesia merupakan kelanjutan
asuransi yang ditinggalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan Pemerintah
Indonesia yang mengatur tentang asuransi baru dikeluarkan pada tahun 1976
dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuanga pada waktu itu.
[1] Nurul Huda dan
Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjau Teoritis dan Praktis,(Jakarta:
Kencana, 2010), h.155
[2] Afzarul
Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid IV, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1996), h. 29-32
[3] Nurul Huda dan
Mohamad Heykal, Op Cit., h. 156
[4] Afzarul
Rahman, Op Cit., h. 36
[5] Nurul Huda dan
Mohamad Heykal, Op Cit., h. 156
[6] Afzarul
Rahman, Op Cit., h. 36-37
[7] Ibid., h.49-60
[8] Mohammad
Muslehuddin, Asuransi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h.
51-54
[9] Afzarul
Rahman, Op Cit., h. 63
[10] Ibid., h.
73
[11] Gemala Dewi, Aspek-Aspek
Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 137
[12] Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 295
[13] Mohammad
Muslehuddin, Op Cit., h. 19-20
[14] Gemala Dewi, Op
Cit., h. 138-139
[15] Hendi Suhendi,
Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 315-316
[16] Kasmir, Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 262
[17] Sugeng Widodo,
Mindset Sukses Agen Asuransi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2011), h. 53-54
[18] Sjamsul
Arifin, dian Ediana Rae, dan Charles P.
R. Joseph, Kerja Sama Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan Bagi
Indonesia, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2004), h. 294
[19] Kasmir, Op
Cit., h. 262
0 komentar:
Posting Komentar