Kamis, 27 November 2014

TAFSIR AYAT EKONOMI

Edit Posted by with No comments
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari tentang keadaan sosial  masyarakat dalam mencapai semua kebutuhan hidupnya. Kegiatan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena menusia untuk mempertahankan hidupnya harus menempuh berbagai macam kegiatan ekonomi. Di dalam Islam kegiatan ekonomi harus sesuai dengan rambu-rambu yang telah islam berikan, agar tidak lepas dari ibadah yang benar. Berbicara tentang ibadah, maka tidak terlepas dari keimanan. Di mana ibadah itu menjadi pegangan yang kuat bagi hidup manusia. Sebagai seorang muslim sejati, hendaknya segala aktifitas kita, termasuk kegiatan ekonomi harusnya tetap dalam koridor yang telah islam tetapkan. Agar kita tetap mendapat ridho illahi dan memperoleh rezeki yang berkah. Nilai-nilai ibadah disarikan dari firman Allah yang antara lain termaktub di dalam QS. (Al-Baqarah : 155,177), (Al-Zariyat : 56), (Ali-Imran : 92),(Hud :6), (Al-An’am : 151), (Al-Isra : 31). 

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa saja ayat-ayat yang berkaitan dalam aktifitas ekonomi bagian dari ibadah.
2.      Apa kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.
3.      Bagaimana munasabah dari ayat-ayat tersebut.

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui ayat-ayat yang berkaitan dalam aktifitas ekonomi bagian dari ibadah.
2.      Untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.
3.      Untuk mengetahui munasabah dari ayat-ayat tersebut.

                                                          BAB II
PEMBAHASAN

A.  Ayat – ayat yang terkait
1.    QS. Al-Baqarah (2) : 155

Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ
Artinya: Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

a.    Tafsir kata kunci
Menurut Hasbi Ash-Shiddiqy dalam buku tafsirnya, ia menjelaskan bahwa kata šúïÎŽÉ9»¢Á9 artinya Sabar. Orang-orang yang sabar akan senantiasa diuji oleh Allah. Dan ujian itu ditujukan agar kesabaran manusia bertambah. Sekaligus menguji keimanan seseorang. Seperti pendapat ash-Shiddiqy di atas, bahwa kesabaran dalam menghadapi ujian itu sangat penting. Sabar dalam menghadapi segala problematika ekonomi.[1]
b.   Kandungan Ayat
Wa lanab luwannakum bi syai-im minal khaufi wal juu’i wa naq-shim minal amwaali wal anfusi wats tsamaraati = Sesungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Demi Allah, sesungguhnya Tuhan memberi cobaan kepadamu dengan suatu macam ketakutan terhadap musuh dan bencana hidup, seperti kelaparan, kurang hasil (gagal) panen dan sebagainya.
Pada masa awal kelahiran Islam, banyak mukmin setelah beriman harus bercerai (berpisah) dari keluarganya yang belum masuk Islam, bahkan juga harus keluar dari kampung halamannya berhijrah ke Madinah dengan sama sekali tidak membawa harta benda miliknya. Mereka menderita lapar, terutama saat menghadapi perang Ahzab dan Tabuk, akibat kurangnya bahan makanan. Banyak pula yang kemudian meninggal, karena tidak cocok dengan udara di Madinah yang saat itu amat buruk, disertai wabah penyakit.
Wa basy syirish shaabiriin = Dan gembiralah hati orang-orang yang bersabar.
Gembirakanlah mereka yang sabar, yang mengucap perkataan-perkataan istirja’ (berpengharapan, optimis), yang menandaskan keimanannya terhadap qadha dan qadar (ketetapan Allah), bahwa mereka memperoleh kesenangan, dan segala urusannya sesuai dengan sunnah Allah yang diciptakan di alam ini. Bersabar tidak bertentangan dengan sikap gundah yang timbul ketika menerima bencana atau musibah, karena kegundahan merupakan tabiat (sifat) manusia.
c.    Kesimpulan
Dari ahlul kitab, para mukmin juga mendapatkan tantangan yang hebat, yaitu: keingkaran dan perbuatan makar. Karena penderitaan yang dialami inilah, Tuhan memerintahkan hamba-Nya untuk meminta pertolongan dengan bersabar shalat. Kesabaran akan mendidik jiwa untuk tabah menerima kesulitan, betapa pun beratnya.[2]

2.    QS. Al-Baqarah (2) : 177
* }§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-ÎŽô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm ÍrsŒ 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4qŸ2¨9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ/ #sŒÎ) (#rßyg»tã ( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.

a.    Tafsir Kata Kunci
الْبِرَّ  Al-Birr berbuat kebaikan sebesar-besarnya, berasal dari kata al-barr yaitu “daratan yang luas”. Biasanya dinisabkan kepada Allah yang berarti pahala, jika dinisabkan kepada hamba berarti ketaatan.

Dalam ayat ini al-birr disebutkan untuk membantahkan perkataan orang-orang Ahli Kitab  yang menganggap orang islam mendapat al-birr (kebaikan) selama mereka salat menghadap kiblat ke Baitul Makdis. Ketika kiblat mereka beralih ke ka’bah Baitullah al-Haram di Mekah, mereka mengejek orang mukmin dengan mengatakan bahwa muslim telah kehilangan al-birr, menafikan al-birr, dan menganggap arah kiblat hanyalah sarana jangan sampai orang menyibukkan diri dan memfokuskan perhatian hanya pada hal tersebut. Oleh sebab itu Allah menggugurkan kewajiban menghadap kiblat bagi orang yang lupa dan solat sunat ketika berada di atas kendaraan, Allah ingin mengingatkan factor yang lebih penting dari al-birr yaitu iman dan taqwa yang menjadi tujuan syariat.
b.   Asbabun Nuzul
Qatadah memberikan keterangan tentang orang-orang Yahudi yang beranggapan bahwa amal kebajikan itu adalah shalat menghadap ke arah Barat, sedangkan orang-orang Nasrani shalat menghadap ke Timur. Sehubungan dengan keadaan dan anggapan orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka Allah SWT menurunkan ayat ke-177 sebagai jawaban terhadap anggapan mereka. Kebijakan bukanlah menghadapkan wajah ke Timur atau ke Barat, tetapi keimanan Allah SWT serta bebuat baik terhadap sesama.
 (HR. Abdurrazak dari Ma’mar dai Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Abi Aliyah).
Ayat ke-177 diturunkan sehubungan dengan pertanyaan seorang lelaki yang ditujukan kepada Rasulullah SAW tentang pengertian birri (amal kebajikan). Setelah ayat ini diturunkan maka Rasulullah SAW memanggil lelaki tersebut. Peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya shalat fardu. Pada waktu itu apabila seseorang telah mengucapkan kalimat syahadat, yaitu: Asyhadu an laa ilaaha illallaah wa-asyhadu anna muhammadarrasulullah = Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah pesuruh Allah, kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak murtad, maka dia tetap beriman dan mempunyai peluang besar untuk mendapatkan kenikmatansurga. Tetapi orang-orang Yahudi mempunyai anggapan, bahwa yang dinamakan kebajikan ialah apabila melakukan shalat menghadap ke arah Barat, sedangkan anggapan orang-orang Nasrani beranggapan pula bahwa kebajikan adalah shalat menghadap ke Timur. Ayat ke-177 diturunkan sebagai jawaban terhadap pertanyaan lelaki tersebut, yang sekaligus merupakan bantahan terhadap anggapan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kebajikan menurut Islam ialah beriman kepada Allah dan berbuat baik terhadap sesama serta melakukan ibadah sebagaiman yang disebutkan dalam ayat itu.
(HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir dari Qatadah).[3]
c.    Kandungan Ayat
Laisal birra an tuwallu wujuuhakum qibalal masyiriqi wal magribi = Bukanlah kebaktian menghadapkan muka ke arah Timur dan Barat.
Menghadapkan muka ke Timur dan Barat (dalam menghadap kiblat) tidak otomatis dipandang sebagai birr = kebaktian, sebab menghadapkan muka bukanlah suatu amal saleh.
Wa laakinnal birra man aamana billaahi wal yaumil aakhiri wal malaaikati wal kitaabi wan nabiyyina = kebaktian itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab, dan para nabi.
Kebaitian dan kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, beriman kepada hari kiamat, para malaikat, Kitab-kitab dan beriman kepada para Nabi.
1.    Iman kepada Allah merupakan sendi kebaktian. Tetapi beriman kepada Allah tidaklah menjadi sendi kebaikan.
2.    Iman kepada hari akhir menanamkan keyakinan bahwa manusia akan mengalami hidup yang kedua kali di dalam gaib nanti.
3.    Iman kepada malaikat merupakan dasar pokok iman kepada wahyu, kepada kenabian dan hari akhir.
4.    Iman kepada Kitab-kitan yang diturunkan dari langit yang sudah disampaikan kepada para nabi, menghendaki supaya kita mengikuti segala isinya.
5.    Iman kepada nabi-nabi menghendaki supaya kita mengambil petunjuk-petunjuk yang mereka bawa.
Wa aatal maala 'alaa hubbihii dzawil qurbaa wal yataamaa wal masaakina wabnas sabiili was saailiina wa firriqaabi = memberi harta yang dicintainya kepada orang-orang yang mempunyai ikatak keluarga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil (anak jalanan), peminta-minta, dan memerdekakan budak.
Dia memberikan harta yang sangat dicintainya kepada golongan-golongan yang sangat memerlukan dengan disadari rasa kasih dan sayangnya kepada mereka.
Golongan-golongan yang berhajat (memerluakan) bantuan adalah :
1.    Para kerabat
2.    Anak yatim
3.    Orang miskin
4.    Ibnussabil
5.    Peminta-minta
6.    Memerdekakan budak
Memberikan harta kepada golongan-golongan yang sudah disebutkan di atas tidaklah terikat pada masa tertentu, tidak terikat dengan batas-batas kepemilikan tertentu dan tidak pula dibatasi harta yang diberikan dengan jumlah kedermawanan orang yang memberikan dan keadaan orang yang menerimanya.
Wa aqaamash shalaata = Dan dirikanlah sembahyang.
Mendirikan sembayang dengan tepat waktu dan memenuhi aturannya secara tertib. Tetapi hal itu tidak bisa terwujud, jika orang hanya mengerjakan (menunaikan) perbuatan-perbuatan (gerakan) sembahyang dan ucapan (bacaannya) saja, tanpa memperhatikan dan menghayati rahasia dan jiwanya.
Diantara rahasia yang terkandung dalam sembahyang adalah orang yang menjalankannya haruslah mempunyai akhlak yang utama dan jauh dari segala sifat kerendahan diri. Orang tidak lagi malakukan kejahatan (kamaksiatan) dan tidak pula melakukan kemunkaran. Juga tidak berkeluh-kesah, apabila tertimpa sesuatu bencana. Tidak bakhil dan kikit jika memperoleh kebajikan.
Dia pun tidak takut menjalankan kebenaran, meskipun menerima caci-maki dan cemoohan. Tidak pula peduli terhadap kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan sikapnya rajin menjalankan agama Allah, dan tidak menghiraukan harta-harta yang dinafkahkannya untuk mencari kerelaan Allah.
Wa aataz zakaata = Dan memberikan zakat.
Memberikan zakat harta yang diwajibkan. Sedikit sekali dalam al-Qur'an ada kata as-shalaah (shalat) yang tidak diiringi kata az-zakaah (zakat). Hal ini karena sembahyang akan mengheningkan atau menenteramikan jiwa, sedangkan harta adalah imbangan jiwa. Maka, mengeluarkan zakat dipandang sebagai suatu segi yang besar dalam amalan-amalan kebajikan. Inilah sebabnya, sesudah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat memerangi orang Arab (muslim) yang tidak mau membayar zakat. Sebab, orang yang tidak mau mengeluarkan zakat sama artinya meruntuhkan sendi Islam dan merusak dasar keimanan.
Wal muufuuna bi'ahdihim i-dzaa 'aahaduu = Dan orang-orang yang menepati janji apabila benjanji.
Orang-orang yang menepati janjinya, bila mereka mengadakan perjanjian atau suatu kontrak. Hal ini mencakup janji yang dibuat oleh manusia dengan sesamanya, sebagaimana janji yang dibuat oleh para mukmin dengan Tuhannya, yaitu: janji menuruti perintahnya dan menaati segala hukum yang terdapat dalam agama-Nya.
Janji itu tidak wajib ditepati, bahkan tidak boleh dipenuhi, apabila apa yang dijanjikan itu mengenai perbuatan maksiat. Diserupakan dengan janji adalah akad (suatu pengakuan, pernyataan). Seseorang yang telah berakat wajib menyempurnakannya, asal isi akad itu tidak berlawanan dengan kaidah agama yang umum. Ketika kita menunaikan janji dan akad terkandung pengertian kita ikut memelihara ketertiban masyarakat. Karena dengan terlaksananya janji dan akad berarti transaksi antar manusia bisa berjalan dengan baik, sekaligus bisa dihindarkan terjadinya percekcokan dan kekacauan antaramereka.
Wash shaabiriina fil ba'saa-i wadh dharraa-i wa hiinal baa'si = Dan sabar dalam kemiskinan, dalam kemelaratan dan ketika menghadapi perang.
Orang-orang sabar menderita kepapaan dan kesukaran, serta bersabar ketika tertimpa penyakit atau kehilangan harta adan sewaktu melaawan musuh dalam medan perang.
Ulaa-ikal la-dziina shadaquu = Mereka itulah orang-orang yang benar.
Merekalah orang-orang yang berlaku benar dan mengaku dirinya beriman.
Wa ulaa-ika humul muttaquun = Dan merekalah orang-orang yang bertaqwa.
Merekalah yang telah menjadikan adanya pelindung antara dirinya dan kemurkaan Allah, dengan cara menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.
Sebahian ulama berkata: “Barang siapa mengamalkan ayat ini, sungguh sempurnalah imannya dan tercapailah martabat keyakinannya yang paling tinggi.
Dalam ayat ini Tuhan telah mengumpulkan pokok-pokok yang tersebut dalam ayat 62. Dalam ayat ini Tuhan menambahkan penjelasan tentang amal shaleh dan penjelasan tentang iman kepada malaikat, iman kepada kitab dan iman kepada Nabi. Orang yang beriman kepada Allah juga beriman kepada Makhluk-Nya dan aturan-Nya. Malaikat adalah penyuruh-penyuruh Allah yang menjaga peraturan-peraturan itu di alam raya ini.[4] 
d.   Kesimpulan
Dalam ayat ini Tuhan menjelaskan, menghadapkan muka ke arah kiblat yang ditentukan bukanlah suatu kebajikan. Dalm agama, maksud kita disyariatkan menghadap ke arah kiblat tertentu adalah, untuk memperingatkan orang bahwa ketika sedang sembahyang berarti dia tengah bermunajat (berkomunikasi) dengan Allah, menyeru Tuhannya lamgsung,dan berpaling dari selain Dia selain itu, dengan menghadap ke suatu kiblat tertentu akan terwujud syiar untuk para umat yang berkumpul dengan maksud yang satu pula. Yang demikian itu juga membiasakan mereka sepaham dalam segala  urusannya. Ayat al-birr menunjukan bahwa orang-orang yang bisa mengumpulkan segala sifat ini pada dirinya mereka dinamai: orang yang abrar (berbakti).

3.    QS. Adz-Dzaariyaat (51) : 56
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.


a.    Tafsir kata kunci
Menurut Quraish Shihab dalam buku tafsirnya, kata لِيَعْبُدُوْنِ   berarti ibadah, ibadah di sini adalah menyembah Allah. Mengerjakan semua yang Allah perintahkan, dan tidak menyembah yang lain kecuali Allah.
Menanggapi pendapat di atas, kita dapat memahami bahwa sebagai makhluk Allah kita harus beribadah kapada-Nya, karena itu lah tujuan Allah menciptakan manusia dan juga makhluk yang lainnya.
b.   Kandungan Ayat
Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa li ya’buduun = Aku tidak menjadikan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah Aku.
Mengapa,  hai Muhammad, Kamu diperintahkan untuk memperingatkan umat manusia? Kamu diperintah untuk memperingatkan bahwa jin dan manusia tidak dicipta kecuali untuk beribadat kepada-Ku. Jin dan manusia dijadikan oleh Allah untuk beribadat kepada-Nya. Tegasnya, Allah menjadikan kedua makhluk itu sebagai makhluk-makhluk yang mau beribadat, diberi akal dan pancaindera yang mendorong mereka menyembah Allah. Untuk beribadatlah tujuan mereka dicipta.
Oleh karena itu, ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan firman Allah yang menjelaskan bahwa Allah telah membuat kebanyakan manusia dan jin untuk menempati jahanam. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa makna ayat ini adalah: Aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan supaya Aku menyuruh mereka untuk mengerjakan beberapa perintah dan mencegah beberapa larangan.
Segolongan ahli tafsir berpendapat bahwa makna ayat ini adalah: Aku tidaklah menjadikan manusia dan jin, melainkan supaya tunduk dan merendahkan diri kepada-Ku. Karena itu, tiap makhluk, baik jin maupun manusia, tunduk kepada ketetapan dan kehendak Allah.[5]
c.    Kesimpulan
Allah menegaskan bahwa Dia menjadikan jin dan manusia supaya mereka mengerjakan yang makrif dan mencegah mereka mengerjakan yang munkar. Untuk itu, Allah menciptakan jin dan manusia bukan untuk mencari rezeki bagi-Nya atau untuk mencari makanan bagi-Nya. Surat ini ditutup dengan ancaman kepada orang-orang Quraisy bahwa mereka akan ditimpa azab yang sebelumnya sudah ditimpa kepada umat-umat yang telah lalu.[6]

4.    QS. Ali Imran (3) : 92
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ ÇÒËÈ
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.

a.    Tafsir Kata kunci
Menurut Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah, kata البرْ pada mulanya berarti “keluasan dalam kebajikan”. Kebajikan mencakup semua bidang, termasuk keyakinan yang benar, niat yang tulus, serta tentu saja termasuk menginfaqkan harta dijalan Allah. Allah juga mensejajarkan al-bir dengan at-taqwa dan menghadapkannya dengan dosa.
Dalam menanggapi penafsiran dari kata al-bir ini, kita lihat dari pendapat Quraish Shihab. Kebajikan yang sempurna yaitu kebajikan yang apa bila seseorang melakukanknaya harus dengan hati yang ikhlas. Termasuk sedekah, hendaknya sedekah atau infak yang kita keluarkan adalah sesuatu yang sangat kita cintai, dan kita ikhlas memberikannya.
b.   Kandungan Ayat
Lan tanaalul birra hatta tunfiquu mimmaa tuhibbuuna = Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan yang sempurna, sehingga kamu membelanjakan sebagian dari harta yang kamu cintai
Tidak sekali-kali kamu akan memperoleh kebajikan dan menjadi orang yang diridhai oleh Allah, mendapatkan limpahan rahmat dan nikmat, serta masuk surga dan terlepas dari azab, sebelum kamu membelanjakan sebagian dari harta yang kamu cintai.
Dinukilkan oleh Abu Thalib dalam al-Qut dari Umar ibn Khaththab bahwa beliau menghadiahkan kepala kambing kepada seorang lelaki sahabat Rasul. Ketika disodori hadiah yang kan diberikan kepadanya, orang itu berkata: “Saudaraku ai Fulan lebih memerlukan daripada aku”. Maka, Umar pun menyuruh kepala kambing itu dibawa kepada orang yang ditunjuk. Tetapi orang yang ditunjuk itu pun menunjuk orang lain, yang juga disebutnya lebih memerlukan hadiah itu daripada dia.
Wa maa tunfiquu min syai-in fa-innallaaha bihii ‘aliim = Apa saja (dari hartamu) yang kamu nafkahkan di jalan Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Apa saja yang kamu belanjakan dari hartamu di jalan Allah, baik ataupun buruk, Allah akan memberikan pembalasan sesuai  dengan apa yang kamu niatkan.
Banyak orang yang menafkahkan apa yang dia cintai, tetapi disertai riya (pamer). Banyak juga orang yang miskin, yang jiwanya penuh dengan kemauan untuk berbakti, tetapi tidak mempunyai harta yang akan dinafkahkan.[7]
c.    Asbabun Nuzul
Abi Thalhah adalah salah satu seorang dari sahabat Ansar yang terkaya di Madnah. Sedangkan harta kekayaan yang paling dicintai dan disayangi adalah tanah Bairukha dan sengaja akan dijariahkan. Pada suatu waktu turunlah ayat ke-92, sehingga dengan penuh kesadaran tanah itu diserahkan kepada Rasulullah SAW untuk kepentingan agama. Padahal tanah itu berada didekat masjid dan airnya baik sekali. Alhasil turunya ayat itu dimaksudkan untuk memberi pancingan kepada para sahabat untuk banyak berderma mengikuti jejak Abi Thalhah.[8]
d.   Kesimpulan
Dalam ayat ini Tuhan menegaskan bahwa tanda iman dengan neracanya yang benar adalah mengeluarkan harta yang dicintai ke jalan Allah dengan sikap ikhlas serta niat yang baik. Para Yahudi yang mengaku dirinya yang dikasihi Allah mengutamakan harta atas keridhaan Allah. Kalau seseorang di antara mereka menyedekahkan hartanya, maka dia memberikan harta yang terburuk atau sisa, sedangkanharta yang baik-baik lebih dahulu diambilnya, karena cinta harta mengalahkan cinta kepada Allah. Seseorang tidak bisa menjadi mukmin yang benar , jika belum mau membelanjakan sebagian harta yang dicintainya.[9]

5.    QS. Hud (11) : 6
* $tBur `ÏB 7p­/!#yŠ Îû ÇÚöF{$# žwÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètƒur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyŠöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ
Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).

a.    Tafsir kata kunci
Kata رِزْقُهَا yang artinya rizqi pada mulanya, sebagaimana ditulis oleh pakar bahasa Arab Ibnu Faris, berati pemberian untuk waktu tertentu. Kemudian berkembang menjadi pangan, pemenuhan kebutuhan, hujan dan lain-lain. Sementara para pakar membatasi pengertian rizqi pada pemberian yangbersifat halal, sehingga yang haram tidak termasuk rizqi.
Dari kedua pendapat di atas kita dapat memahami hakekat rizqi yang benar. Kita harus tahu bahwa rizqi yang tersebar di dunia ini bukan saja untuk manusia, tetapi untuk makhluk Allah yang lain, termasuk binatang. Kemudian untuk rizqi yang halal dan yang haram dapat kita artikan bahwa rizqi yang haram itu tetap saja disebut rizqi. Hanya saja rizqi yang haram itu adalah rizqi yang tidak berkah sedangkan yang halal itu rizqi yang berkah.
b.   Kandungan ayat
Wa maa min daabbatin fil ar-dhi illaa ‘alallaahi rizuhaa = Dan tidak ada seekor pun binatang melata dibumi, melainkan Allah yang menanggung rezekinya.
Allah memudahkan binatang-binatang itu mencari rezeki dan menunjuki binatang-binatang itu usaha-usaha yang mendatangkan rezeki. Kata “binatang” yang terdapat dalam ayat ini mencangkup semua jenis binatang, baik yang dapat dilihat dengan mata ataupun yang hidup diangkasa yang tinggi. Masing-masing binatang mendapat makanan yang sepadan dengan dirinya.
Wa ya’lamu mustaqarrahaa wa mustauda’ahaa = Dan Allah mengetahui tempat tinggalnya serta di mana dia ditempatkan.
              Allah mengetahui tempat tinggal binatang-binatang itu, sebagaimana Allah mengetahui tempat penyimpanannya sebelum dikeluarkan dimuka bumi, baik melalui rahim induknya maupun perut bumi. Di dalam masing-masing keadaan itu, hanya Allah yang memberikan rezekinya.
Kullun fii kitaabim mubiin = Seluruhnya tercantum dalam kitab yang nyata.
Semua yang tersebut itu, baik binatangnya, tempat tinggalnya, tempat penyimpanannya, maupun makanannya, semua termaktub dalam kitab yang nyata, yaitu Lauh Mahfuzh yang mencatat semua kadar (ketentuan) makhluk.[10]
c.    Kesimpulan
1)   Semua makhluk yang berada di bumi dijamin rezekinya oleh Allah swt. Pemberian rezeki ditentukan sejak berada dalam rahim ibu, namun demikian manusia tetap harus berikhtiar mencari rezekinya.
2)   Semua manusia diperintahkan untuk memanfaatkan alam semesta yang berada di sekitarnya, untuk kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
3)   Penciptaan langit, bumi dan seluruh isinya menjadi ujian bagi para hamba-Nya, apakah mereka memanfaatkan sesuai dengan bimbingan Allah, ataukah mereka gunakan sebagai pemuas nafsu belaka.

6.    QS. Al-An’am (6):151
* ö@è% (#öqs9$yès? ã@ø?r& $tB tP§ym öNà6š/u öNà6øŠn=tæ ( žwr& (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ( Ÿwur (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) ( ß`ós¯R öNà6è%ãötR öNèd$­ƒÎ)ur ( Ÿwur (#qç/tø)s? |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur šÆsÜt/ ( Ÿwur (#qè=çGø)s? š[øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ö/ä3Ï9ºsŒ Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès? ÇÊÎÊÈ
Artinya :Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. Al-anam :151)[11]

a.    Tafsir kata kunci
Kata حَرَمَ  yang artinya haram, dalam ayat di atas  diartikan sebagai larangan dari Allah Swt. Ketentuan itu adalah dari Allah, dan ketentuan itu harus ditaati. Di dalamnya terdapat beberapa larangan yang harus di jauhi, agar hidup manusia selalu berada dalam ridho illahi.
Yang harus kita garis bawahi dalam ayat ini adalah larangan dari Allah Swt.  Kata حَرَمَ yang artinya haram di atas juga termasuk perintah dari Allah, agar kita menjauhi sesuatu yang haram/dilarang oleh Allah tersebut. Kemudian melaksanakan perintah-perintah-Nya.
b.   Kandungan ayat
*öNà6øŠn=tæ  t öNà6š/u P§ym$tB@ø?r&  ((#öqs9$yès? @è%
Katakanlah, marilah kepadaku supaya aku membacakan apa yang diharamkan tuhan kepadamu.
Maksud ayat diatas yaitu : Marilah tahan kepadaku, kata Nabi Muhammad. Aku akan membacakan apa yang diharamkan lepadamu oleh Tuhanmu yang memegang hak tasyri’ (membuat aturan syara’), tahlil (menghalalkan), dan tahrim (mengharamkan), sedangkan aku hanya seorang utusan yang menyampaikan perintah-perintahnya.
$\«øx©ž¾ÏmÎ/  (#qä.ÎŽô³è@ wr&
Yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan dia.
Maksudnya janganlah kamu mempersekutukan sesuatu mahkluk dengan Allah, walaupun bagaimana besarnya mahkluk itu, seperti matahari, atau sesuatu yang kadar martabatnya seperti nabi-nabi dan malaikat. Semua mahkluk itu tunduk di bawah kehendak dan aturan Allah.  Karena itu wajiblah kamu menyembah Allah, menaati dia dan berdoa kepadaya, serta menuruti ajaran Rasul SAW.
È$YZ»|¡ômÎ)ûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur
Dan berbuatlah ihsan kepada ibu bapakmu.
Berbuat baiklah kepada ibu bapakmu dengan ikhlas dan tulus hati. Hal ini menghendaki agar kamu tidak menyakiti mereka berdua. Betapapun kecilnya perbuatan yang menyakiti mereka, haruslah dihindari. Mendurhakai orang tua adalah dosa besar.
Al-Quran sering mengiringkan perintah perintah beribadat kepada Allah dengan perintah berbuat baik kepada orang tua. Artinya, perintah berbuat baik kepada orang tua selalu diletakkan beriringan setelah perintah beribadat kepada Allah. Diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari Ibn mas’ud yang artinya:
Saya bertanya kepada Rasul tentang amal yang sangat utama, maka beliau menjawab: ‘bersembahyanglah pada waktunya.’ Saya bertanya lagi: ‘sesudah itu apa?’ Jawab beliau : ‘ berbakti kepada ibu bapak. ‘ saya bertanya kembali : ‘ sesudah itu apa? ‘beliau menjawab : ‘ berjihad dijalan Allah.”
Ini suatu dalil yang nyata bahwa kita harus memenuhi hak orang tua. Yang dimaksud berbuat ihsan kepada orang tua adalah memperlakukan mereka secara baik, berdasarkan kasih sayang bukan karena terpaksa. Apabila kita berbakti kepada orang tua, maka kelak anak-anak kita juga akan berbakti kepada kita. Nabi saw. Bersabda:
berbaktilah kepada orang tuamu agar anak-anakmu berbakti kepadamu.”
(ï  (ööNèd$­ƒÎ)ur9Nà6è%ãötR  ß`ós¯R ,»n=øBÎ)ÆÏiB Nà2y»s9÷rr& #þqè=çFø)s?wur
serta janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami memberi rezeki kepada kamu dan kepada mereka.
Janganlah kamu membunuh anak-anakmu kerana takut miskin. Sebab, Allah telah merezekikan kepadamu dan kepada mereka.
šÆsÜt/$tBur$yg÷YÏB|tygsß  $tB ·Ïmºuqxÿø9$# (#qç/tø)s? wur
Janganlah kamu mendekati segala sesuatu yang keji , baik yang lahir maupun yang tersembunyi.
Janganlah kamu mendekati perbuatan yang mendatangkan dosa besar, baik berupa perbuatan maupun ucapan, seperti zina dan memfitnah. Baik yang dilakukan secara terang terangan ataupun tersembunyi. Tidak dibenarkan kita melakukan perbuatan itu.
( Èd,ysø9$$Î/ŸštžwÎ)  ÓÉL©9$#  ª!$# P§ym ÓÉL©9$# [øÿ¨Z9$##qè=çGø)s?wur
Janganlah kamu membunuh manusia (jiwa) yang diharamkan oleh Allah, kecuali dengan jalan yang hak (benar,sah).
Maksudnya, janganlah kamu membunuh manusia yang diharamkan oleh Allah, baik orang tersebut telah masuk islam atau masih menjadi dzimmi (nonmuslim) atau telah menjalin perjanjian damai, seperti ahlul kitab yang bermukim di wilayah negeri muslim. [12]
Nabi saw bersabda:
Tidak halal darah seorang islam kecuali dengan tiga sebab : kufur sesudah iman, zina sesudah muhshan (bersuami-beristri), dan membunuh orang tanpa ad alasan yang membenarkan.
Setiap jiwa yang muslim haram dibunuh kecuali dengan melakukan salah satu dari keiga sebab tersebut. Yakni, berzin dalam keadaan  muhshan, membunuh orang dengan sengaja dan kembali kepada kufur. Orang kafir yang bertempat tinggal di negeri muslim mempunyai hak memperoleh perlindungan atas jiwanya selama dia tidak melakukan perbuatan yang dapat menghapuskan hak tersebut.
ö÷ tbqè=É)÷ès?/ä3ª=yès9  ¾ÏmÎ/ Nä38¢¹ur/ä3Ï9ºsŒ
Itulah yang dipesankan kepadamu, mudah-mudahan kamu memahaminya.
Maksudnya Allah memerintahkan kamu supaya melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan (kemaksiatan) untuk menyiapkan kamu selalu mau mengikuti perbuatan kebajikan dan kemanfaatan mengerjakan yang disuruh (makruf) dan menjauhi hal-hal yang dilarang (munkar).

7.    QS. Al-Isra’ (17) : 31
Ÿwur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$­ƒÎ)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%Ÿ2 $\«ôÜÅz #ZŽÎ6x. ÇÌÊÈ
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

a.    Tafsir kata kunci
Kata تَقْتُلُوْا yang artinya membunuh, ditafsirkan sebagai larangan. Allah menciptakan makhluknya dengan segala ketentuan. Seperti hidup, mati, juga rizqinya. Oleh karena itu kita dilarang membunuh karena takut miskin.
Mari kita perhatikan secara detail. Allah melarang kita untuk membunuh, karena benar menusia telah ditentukan rizqinya oleh Allah. Seorang anak adalah amanah yang harus dijaga, bukan disia-siakan. Karena mambunuh adalah dosa yang besar.
b.   Kandungan ayat
Wa laa taqtuluu awladakum khasy-yata imlaaqin nahnu narzuquhum wa iyyaakum = Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin, Kami yang memberi rezeki kepada mereka dan memberi rezeki kepadamu.
Janganlah kamu bayi-bayi perempuanmu, tegas Allah, karena kamu takut akan jatuh miskin. Kami (Allah) yang member rezeki kepada mereka, bukan kamu. Karenanya, kamu janganlah takut miskin dengan alasan anak perempuan tidak mampu mencari rezeki.
Sebagian orang Arab jahiliyah mengubur hidup anak-anak perempuannya, karena takut akan jatuh miskin atau untuk menolak keaiban yang mungkin menimpa diri mereka akibat anak perempuan itu. Sebaliknya, mereka memelihara baik-baik anak lelaki dengan harapan bahwa anak-anak lelaki akan membantu dalam memerangi musuh.
Inna qatlahum kaana khith-an kabiiraa = sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar.
Membunuh anak jika dengan alasan takut miskin berarti berburuk sangka kepada Allah. Tetapi jika karena cemburu berarti mereka berusaha merusak dunia. Keduanya sama-sama tercela.
c.    Kesimpulan
1)   Allah melarang membunuh anak perempuan, seperti kebiasaan kaum musyrik Quraisy, dengan alasan takut menjadi miskin dan terhina.
2)    Allah menjamin rezeki setiap makhluk yang ada di dunia ini. Dia pula yang berkuasa untuk melapangkan atau membatasinya.

B.  Munasabah Ayat
Dalam surat al-baqarah ayat 155 ini allah memberikan ujian kepada manusia agar mereka bersabar. Bersabar dalam menghadapi kegagalan dalam berusaha, kekurangan bahan makanan dan lain-lain. Harusnya kita tidak putus asa dalam menghadapi kegagalan dan tidak menyalahkan takdir.
Kemudian dalam ayat 177  dijelaskan bahwa orang yang sabar akan senantiasa meningkatkan keyakinannya dan ketaqwaannya kepada Allah. Menjauhi segala perbuatan dan pekerjaan yang dilarang Allah. Sehingga ketaqwaannya akan bertambah tinggi. Yang dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 telah Allah jelaskan bahwa manusia dan jin diciptakan untuk beribadah. Orang yang bertaqwa akan mengimplementasikan keimanannya dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam ekonomi. Ia akan menganggap bahwa pekerjaan yang ikhlas termasuk ibadah. Sehingga ia akan mencari rizqi dengan jalan yang halal.
Selanjutnya dalam surat al-imran ayat 92, bahwa ibadah  yang baik akan berpengaruh pada tingkah laku manusia, di mana akan membentuk kebajikan. Kemudian kebajikan yang sempurna akan membuat orang manjadi tentram. Mereka akan suka menolong sesama, dan memberikan sesuatau yang baik. Sehingga Allah akan memberkahi semua rizqi yang ia peroleh.
Seperti dalam surat al-hud ayat 6 bahwa rizqi yang baik adalah yang diperolah dengan jalan yang halal (diridhoi Allah). Orang yang beriman akan mengerti bahwa rizqi yang ada di bumi ini juga diperuntukan untuk makhluk lain termasuk binatang. Sehingga mereka akan menjaga kelangsungan hidup lingkungan.
Allah pun telah menjelaskan tentang larangan atau sesuatu yang diharamkan dalam surat al-an’am ayat 151. Orang yang memiliki akidah yang baik akan senatiasa menjauhi larangan itu dan melaksanakan semua perintah-Nya. Karena larangan itu jika dikerjakan akan dihitung dosa. Kemudian diperjelas dalam surat al-israa’ ayat 31, bahwa yang termasuk dosa (besar) salah satunya adalah membunuh. Kita dilarang membunuh anak-anak kita, karena mereka juga memiliki hak untuk hidup. Allah telah menentukan rizqi untuk anak-anak kita. Oleh karena itu kita dilarang membunuhnya. Seharusnya sebagai seorang muslim hendaknya kita jadikan anak-anak kita sebagai motivasi untuk mencari rizqi yang halal dan diberkahi oleh Allah SWT.


Daftar Pustaka

A. Mujab Mahali.2002. Asbabun Nuzul: Stusdi Pendalaman Al-Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Teungku.2000.Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur. Semarang: PT Pusaka Rizki Putra
Oppa Hermanto, Aktifitas Ekonomi dengan Akidah, (online at: http://oppahermanto.blogspot.com/2012/12/makalah-tafsir.html, diakses pada 18 Oktober 2014





                                   









[1]Oppa Hermanto, Aktifitas Ekonomi dengan Akidah, (online at: http://oppahermanto.blogspot.com/2012/12/makalah-tafsir.html, diakses pada 18 Oktober 2014)
[2] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 245-247
[3] A. Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Stusdi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 57-58
[4] Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Teungku, TAFSIR AL-QUR’AN MAJID AN-NUUR (Semarang: PT Pusaka Rizki Putra, 2000) 276-282
[5] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Op Cit., h. 3972-3973
[6] Ibid., h. 3974
[7] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Op Cit., h. 638
[8] A. Mujab Mahali, Op Cit., h. 163-164
[9] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Op Cit., h. 639
[10] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur 3,(Semarang:PT. Pustaka Rizki Putra, 2000),hal.1872-1873
[11] Teungku Muhamad Hasbi ash-Shiddieqy,Tafsir Alqur’anul Majid An-nur(semarang; Pustaka Rizki Putra;2000)hlm.1330.
[12] Ibid. Hlm. 1332-1333