Minggu, 09 November 2014

Identifikasi penentu resiko operasional

Edit Posted by with 2 comments
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Awal tahun 2003, perbankan nasional geger menyusul terjadinya pembobolan di beberapa bank nasional. Sungguh menyegarkan bahwa saat ini dalam perbankan nasional mulai tumbuh budaya risiko (culture risk). Pelatihan mengenai manajemen risiko berkembang pesat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Terlebih dengan rencana Bank Indonesia memberlakukan Basel Capital Accord II untuk memasukkan risiko pasar dan operasional dalam penghitungan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR.

Sejatinya, manajemen risiko mempunyai tujuan tunggal, yaitu meminimalkan risiko yang meliputi beberapa manfaat, antara lain (1) mampu memberikan informasi dan perspektif kepada manajemen tentang semua profil risiko, perubahan mendasar mengenai produk dan pasar, lingkungan bisnis dan perubahan yang diperlukan dalam proses manajemen risiko; (2) mampu menyampaikan isu sentral tentang formulasi kebijakan manajemen risiko dan review-nya; (3) mampu menghitung dan mengukur besarnya risk exposure; (4) mampu menetapkan alokasi sumber-sumber dana sekaligus limit risiko dengan lebih tepat; (5) mampu menghindari konsentrasi portofolio yang berlebihan; (6) mampu membuat cadangan yang memadai untuk mengantisipasi risiko yang sudah diukur dan dihitung; (7) mampu menghindari potensi kerugian yang relatif lebih besar.

B.  Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu:
1.    apa saja faktor internal terjadinya risiko operasional?
2.    Apa saja faktor eksternal terjadinya risiko operasional?
3.    Bagaimana pembagian risiko operasional berdasarkan frekuensi  dan dampak terjadinya?

C.  Tujuan
Pada makalah ini saya menguraikan tentang bentuk tulisan dengan tujuan sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui faktor internal terjadinya risiko operasional.
2.    Untuk mengetahui faktor eksternal terjadinya risiko operasional.
3.    Untuk mengetahui pembagian risiko operasional berdasarkan frekuensi  dan dampak terjadinya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Identifikasi Faktor Penentuan Risiko Oprasional
Pengelolaan risiko operasional merupakan bagian integral dari manajemen risiko perbankan. Risiko-risiko yang terkait dengan aktivitas bisnis harus diidentifikasi, diukur, dinilai, dimitigasi dan dikendalikan oleh pengurus perbankan. Pengelolaan risiko-risiko tersebut ditujukan untuk meminimalkan kemingkinan kerugian dan potensi ancaman terhadap reputasi bank.[1] Dalam mengidentifikasi faktor  risiko operasional pada Bank Islam, ada baiknya bila kita memahami terlebih dahulu bagaimana risiko operasional diklasifikasikan. Secara umum, risiko operasional bisa dibagi kedalam dua kelompok, yaitu risiko operasional berdasarkan faktor penyebab terjadinya dan berdasarkan frekuensi serta dampak terjadinya.
Berdasarkan penyebab terjadinya, risiko operasional dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Contoh dari faktor internal ini adalah kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan, manipulasi laporan  keuangan, pelanggaran aspek  legal secara disengaja, kesalahan dalam sistem IT, inovasi produk yang tidak tepat, dan ketidakpatuhan terhadap syariah. Risiko jenis ini biasanya lebih dapat diterka probabilitas terjadinya. Terlebih bila disertai dengan upaya-upaya pencegahannya. Sementara itu, faktor eksternal yang dapat menimbulkan  risiko oprasional antara lain adalah sistem IT yang di-hack pihak yang tidak bertanggung jawab, perubahan regulasi, bencana alam, dan faktor lain yang berada di luar kuasa manajemen bank Islam. Risiko ini lebih sulit untuk diterka probabilitasnya, bisa terjadi serta tiba-tiba dan kapan saja.
Risiko operasional juga dapat dikelompokkan berdasarkan frekuensi  dan dampak terjadinya. Risiko yang frekuensinya sering  namun dampak terjadinya kecil biasanya bisa diterima oleh Bank Islam. Risiko ini lebih dapat diterka probabilitas terjadinya yang lebih memungkinkan untuk dicegah dengan penerapan kontrol internal yang baik. Contoh: kesalahan dalam  transaksi, kurang lengkapnya data isian pada borang penarikan/setoran/tranfer, dimana semuanya bisa dicegah melalui pemeriksaan berlapis. Sementara itu, risiko yang frekuensinya terjadinya rendah namun bisa menimbulkan dampak yang besar, seperti bencana alam, bisa dikelola, misalnya dengan membagi atau menstrasfer risiko tersebut dengan perusahaan takaful. Adapun risiko dengan frekuensi keterjadian rendah dan kalaupun terjadinya dampak kerugian masih bisa ditoleransi oleh Bank Islam, dapat dikelola dengan proses krontrol internal yang memadai.  Contoh risiko jenis ini, misalnya peminjaman uang intra-day ‘ilegal’ oleh teller. Risiko ini biasanya jarang terjadi karena adanya mekanisme segregasi tanggung jawab dan cross-checking saldo berlapis yang dilakukan oleh operational officer dan head teller setelah jam operasional bank Islam berakhir.
Lebih lanjut, risiko yang kemungkinan frekuensi terjadinya tinggi dan bila terjadi menimbulkan dampak yang bisa mengacaukan bank sudah sepatutnya untuk dicegah dengan supervisi ketat. Contoh risiko jenis ini, seperti yang terjadi pada kasus Citibank (Malinda Dee) pada 2011 lalu. Selalu ada kesempatan bagi private banker untuk menyalahgunakan data maupun penggelapan dana nasabahnya. Terhadap risiko seperti  ini diperlukan supervisi yang jelas dan pelaksanaan kontrol internal yang baik dan disosialisasikan termasuk kepada nasabah private banking tersebut agar bertransaksi sesuai prosedur. Memercayakan transaksi tanpa mengikuti prosedur, dalam hal ini menandatangani blangko kosong dan menitipkannya kepada seorang yang sudah terlau lama menduduki jabatan yang sama bisa diibaratkan seperti memberi kesempatan orang tersebut untuk berbuat pelanggaran.[2]
Sementara risiko operasional bisa muncul akibat kegagalan faktor manusia, proses, dan teknologi, manajemen atas risiko ini lebih kompleks lagi. Senior manajeman perlu memenetapkan standar menejemen risiko dan pedoman pelaksanaan yang jelas, yang  dapat mereduksi risiko operasional ini. Di samping itu, perhatian juga perlu ditekankan pada risiko aspek manusia, proses, dan teknologi yang bisa muncul dalam lembaga. Dengan tetap memperhatikan sumber-sumber munculnya risiko operasional, standar identifikasi dan menajemen yang dibutuhkan juga perlu dikembangkan. Ketelitian juga perlu ditekankan untuk mengatasi risiko operasional yang muncul dari departemen atau unit organisasi akibat faktor manusia, proses, dan teknologi. Pedoman dan aturan juga harus dirinci dengan jelas. Disamping itu, pihak manajemen juga perlu mengembangkan “katalog risiko operasional” di mana peta dari proses bisnis dari tiap departemen dalam lembaga terinci dengan jelas. Misalnya, proses bisnis yang berhubungan dengan nasabah dan investor perlu disusun. Katalog ini tidak saja dapat mengidentifikasi dan menilai risiko operasional, tetapi juga dapat dipakai sebagai bukti transparansi oleh pihak manajemen auditor.
Risiko operasional memang cukup kompleks sehingga sangat sulit untuk mengukurnya. Sebagian besar teknik pengukuran risiko operasional yang ada masih sangat sederhana dan bersifat eksperimental. Namun demikian, bank dapat mengumpulkan informasi tentang berbagai jenis dari laporan  dan rencana yang dipublikasikan dalam lembaga (seperti laporan audit, laporan pengawasan, laporan manajemen, rencana bisnis, rencana operasional, tingkat error, dan lain-lain. Sementara terdapat berbagai sumber risiko operasional, yang perlu dikelola melalui berbagai cara. Terutama, risiko yang muncul akibat faktor manusia perlu dikelola, dimonitor, dan dikontrol secara efektif, yaitu melalui perbuatan prosedur operasi yang memadai. Salah satu unsur terpenting untuk mengontrol risiko operasional dalah adanya pemisahan tanggung jawab yang jelas dan dimilikinya rencana-rencana kontigensi. Unsur penting lainnya adalah meyakinkan bahwa sistem pelaporan telah konsisten, aman, dan bisnis yang independen. Dan auditor internal memainkan peran penting dalam memitigasi risiko operasional.[3]


BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan di atas pemakalah dapat mengambil kesimpulan sebgai berikut:
1.    Faktor Internal
     Kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan, manipulasi laporan  keuangan, pelanggaran aspek  legal secara disengaja, kesalahan dalam, bisa sistem IT, inovasi produk yang tidak tepat, dan ketidakpatuhan terhadap syariah.
2.    Faktor Ekternal
     Sistem IT yang di-hack pihak yang tidak bertanggung jawab, perubahan regulasi, bencana alam, dan faktor lain yang berada di luar kuasa manajemen bamnk Islam.
3.    Risiko operasional juga dapat dikelompokkan berdasarkan frekuensi  dan dampak terjadinya. Risiko yang frekuensinya sering  namun dampak terjadinya kecil biasanya bisa diterima oleh Bank Islam. Risiko ini lebih dapat diterka probabilitas terjadinya yang lebih memungkinkan untuk dicegah dengan penerapan kontrol internal yang baik. Contoh: kesalahan dalam  transaksi, kurang lengkapnya data isian pada borang penarikan/setoran/tranfer, dimana semuanya bisa dicegah melalui pemeriksaan berlapis. Sementara itu, risiko yang frekuensinya terjadinya rendah namun bisa menimbulkan dampak yang besar, seperti bencana alam, bisa dikelola, misalnya dengan membagi atau menstrasfer risiko tersebut dengan perusahaan takaful.





[1] Ferry N. Idroes, Manajamen Risiko Perbankan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 195
[2] Imam Whyudi dkk,  Manajemen Risiko Bank Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 137-138
[3] Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 29-31

2 komentar: