BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari tentang keadaan
sosial masyarakat dalam mencapai semua kebutuhan hidupnya. Kegiatan
ekonomi tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena menusia untuk
mempertahankan hidupnya harus menempuh berbagai macam kegiatan ekonomi. Di
dalam Islam kegiatan ekonomi harus sesuai dengan rambu-rambu yang telah islam
berikan, agar tidak lepas dari ibadah yang benar. Berbicara tentang ibadah,
maka tidak terlepas dari keimanan. Di mana ibadah itu menjadi pegangan yang
kuat bagi hidup manusia. Sebagai seorang muslim sejati, hendaknya segala
aktifitas kita, termasuk kegiatan ekonomi harusnya tetap dalam koridor yang
telah islam tetapkan. Agar kita tetap mendapat ridho illahi dan memperoleh
rezeki yang berkah. Nilai-nilai ibadah disarikan dari firman Allah yang antara
lain termaktub di dalam QS. (Al-Baqarah : 155,177), (Al-Zariyat : 56),
(Ali-Imran : 92),(Hud :6), (Al-An’am : 151), (Al-Isra : 31).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
saja ayat-ayat yang berkaitan dalam aktifitas ekonomi bagian dari ibadah.
2.
Apa
kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.
3.
Bagaimana
munasabah dari ayat-ayat tersebut.
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui ayat-ayat yang berkaitan dalam aktifitas ekonomi bagian dari ibadah.
2.
Untuk
mengetahui kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ayat – ayat yang terkait
1.
QS. Al-Baqarah (2) : 155
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3
ÌÏe±o0ur úïÎÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ
Artinya:
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.
a.
Tafsir kata kunci
Menurut Hasbi Ash-Shiddiqy dalam
buku tafsirnya, ia menjelaskan bahwa kata úïÎÉ9»¢Á9
artinya Sabar. Orang-orang yang
sabar akan senantiasa diuji oleh Allah. Dan ujian itu ditujukan agar kesabaran manusia bertambah. Sekaligus
menguji keimanan seseorang. Seperti pendapat ash-Shiddiqy di
atas, bahwa kesabaran dalam menghadapi ujian itu sangat penting. Sabar dalam
menghadapi segala problematika ekonomi.[1]
b.
Kandungan Ayat
Wa lanab luwannakum bi syai-im minal khaufi wal juu’i wa naq-shim
minal amwaali wal anfusi wats tsamaraati = Sesungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Demi Allah, sesungguhnya Tuhan memberi cobaan kepadamu dengan suatu
macam ketakutan terhadap musuh dan bencana hidup, seperti kelaparan, kurang
hasil (gagal) panen dan sebagainya.
Pada masa awal kelahiran Islam, banyak mukmin setelah beriman harus
bercerai (berpisah) dari keluarganya yang belum masuk Islam, bahkan juga harus
keluar dari kampung halamannya berhijrah ke Madinah dengan sama sekali tidak
membawa harta benda miliknya. Mereka menderita lapar, terutama saat menghadapi
perang Ahzab dan Tabuk, akibat kurangnya bahan makanan. Banyak pula yang
kemudian meninggal, karena tidak cocok dengan udara di Madinah yang saat itu
amat buruk, disertai wabah penyakit.
Wa basy syirish shaabiriin =
Dan gembiralah hati orang-orang yang bersabar.
Gembirakanlah mereka yang sabar, yang mengucap perkataan-perkataan istirja’
(berpengharapan, optimis), yang menandaskan keimanannya terhadap qadha
dan qadar (ketetapan Allah), bahwa mereka memperoleh kesenangan, dan
segala urusannya sesuai dengan sunnah Allah yang diciptakan di alam ini.
Bersabar tidak bertentangan dengan sikap gundah yang timbul ketika menerima
bencana atau musibah, karena kegundahan merupakan tabiat (sifat) manusia.
c.
Kesimpulan
Dari ahlul kitab, para mukmin juga mendapatkan tantangan yang
hebat, yaitu: keingkaran dan perbuatan makar. Karena penderitaan yang dialami
inilah, Tuhan memerintahkan hamba-Nya untuk meminta pertolongan dengan bersabar
shalat. Kesabaran akan mendidik jiwa untuk tabah menerima kesulitan, betapa pun
beratnya.[2]
2.
QS. Al-Baqarah (2) : 177
* }§ø©9 §É9ø9$# br& (#q9uqè? öNä3ydqã_ãr @t6Ï% É-Îô³yJø9$# É>ÌøóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §É9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm Írs 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# tA#uäur no4q2¨9$# cqèùqßJø9$#ur öNÏdÏôgyèÎ/ #sÎ) (#rßyg»tã (
tûïÎÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§Ø9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ (
y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)GßJø9$# ÇÊÐÐÈ
Artinya:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
a.
Tafsir Kata Kunci
الْبِرَّ Al-Birr
berbuat kebaikan sebesar-besarnya, berasal dari kata al-barr yaitu “daratan
yang luas”. Biasanya dinisabkan kepada Allah yang berarti pahala, jika
dinisabkan kepada hamba berarti ketaatan.
Dalam ayat ini
al-birr disebutkan untuk membantahkan perkataan orang-orang Ahli Kitab
yang menganggap orang islam mendapat al-birr (kebaikan) selama mereka salat
menghadap kiblat ke Baitul Makdis. Ketika kiblat mereka beralih ke ka’bah
Baitullah al-Haram di Mekah, mereka mengejek orang mukmin dengan mengatakan
bahwa muslim telah kehilangan al-birr, menafikan al-birr, dan menganggap arah
kiblat hanyalah sarana jangan sampai orang menyibukkan diri dan memfokuskan
perhatian hanya pada hal tersebut. Oleh sebab itu Allah menggugurkan kewajiban
menghadap kiblat bagi orang yang lupa dan solat sunat ketika berada di atas
kendaraan, Allah ingin mengingatkan factor yang lebih penting dari al-birr
yaitu iman dan taqwa yang menjadi tujuan syariat.
b.
Asbabun Nuzul
Qatadah memberikan keterangan tentang orang-orang Yahudi yang
beranggapan bahwa amal kebajikan itu adalah shalat menghadap ke arah Barat,
sedangkan orang-orang Nasrani shalat menghadap ke Timur. Sehubungan dengan
keadaan dan anggapan orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka Allah SWT menurunkan
ayat ke-177 sebagai jawaban terhadap anggapan mereka. Kebijakan bukanlah
menghadapkan wajah ke Timur atau ke Barat, tetapi keimanan Allah SWT serta
bebuat baik terhadap sesama.
(HR. Abdurrazak dari Ma’mar
dai Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Abi Aliyah).
Ayat ke-177 diturunkan sehubungan dengan pertanyaan seorang lelaki
yang ditujukan kepada Rasulullah SAW tentang pengertian birri (amal
kebajikan). Setelah ayat ini diturunkan maka Rasulullah SAW memanggil lelaki
tersebut. Peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya shalat fardu. Pada waktu
itu apabila seseorang telah mengucapkan kalimat syahadat, yaitu: Asyhadu an
laa ilaaha illallaah wa-asyhadu anna muhammadarrasulullah = Aku bersaksi
bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah, dan
sesungguhnya Muhammad adalah pesuruh Allah, kemudian dia meninggal
dalam keadaan tidak murtad, maka dia tetap beriman dan mempunyai peluang besar
untuk mendapatkan kenikmatansurga. Tetapi orang-orang Yahudi mempunyai
anggapan, bahwa yang dinamakan kebajikan ialah apabila melakukan shalat
menghadap ke arah Barat, sedangkan anggapan orang-orang Nasrani beranggapan
pula bahwa kebajikan adalah shalat menghadap ke Timur. Ayat ke-177 diturunkan
sebagai jawaban terhadap pertanyaan lelaki tersebut, yang sekaligus merupakan
bantahan terhadap anggapan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kebajikan menurut
Islam ialah beriman kepada Allah dan berbuat baik terhadap sesama serta
melakukan ibadah sebagaiman yang disebutkan dalam ayat itu.
(HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir dari Qatadah).[3]
c.
Kandungan Ayat
Laisal birra an tuwallu wujuuhakum qibalal masyiriqi wal magribi = Bukanlah kebaktian menghadapkan muka ke arah Timur dan Barat.
Menghadapkan muka ke Timur dan Barat (dalam menghadap kiblat) tidak
otomatis dipandang sebagai birr = kebaktian, sebab menghadapkan
muka bukanlah suatu amal saleh.
Wa laakinnal birra man aamana billaahi wal yaumil aakhiri wal
malaaikati wal kitaabi wan nabiyyina =
kebaktian itu adalah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat,
kitab, dan para nabi.
Kebaitian dan kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, beriman
kepada hari kiamat, para malaikat, Kitab-kitab dan beriman kepada para Nabi.
1.
Iman
kepada Allah merupakan sendi kebaktian. Tetapi beriman kepada Allah tidaklah
menjadi sendi kebaikan.
2.
Iman
kepada hari akhir menanamkan keyakinan bahwa manusia akan mengalami hidup yang
kedua kali di dalam gaib nanti.
3.
Iman
kepada malaikat merupakan dasar pokok iman kepada wahyu, kepada kenabian dan
hari akhir.
4.
Iman
kepada Kitab-kitan yang diturunkan dari langit yang sudah disampaikan kepada
para nabi, menghendaki supaya kita mengikuti segala isinya.
5.
Iman
kepada nabi-nabi menghendaki supaya kita mengambil petunjuk-petunjuk yang
mereka bawa.
Wa aatal
maala 'alaa hubbihii dzawil qurbaa wal yataamaa wal masaakina wabnas sabiili
was saailiina wa firriqaabi = memberi harta yang
dicintainya kepada orang-orang yang mempunyai ikatak keluarga, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, ibnu sabil (anak jalanan), peminta-minta, dan memerdekakan
budak.
Dia
memberikan harta yang sangat dicintainya kepada golongan-golongan yang sangat
memerlukan dengan disadari rasa kasih dan sayangnya kepada mereka.
Golongan-golongan
yang berhajat (memerluakan) bantuan adalah :
1. Para kerabat
2. Anak yatim
3. Orang miskin
4. Ibnussabil
5. Peminta-minta
6. Memerdekakan
budak
Memberikan
harta kepada golongan-golongan yang sudah disebutkan di atas tidaklah terikat
pada masa tertentu, tidak terikat dengan batas-batas kepemilikan tertentu dan
tidak pula dibatasi harta yang diberikan dengan jumlah kedermawanan orang yang
memberikan dan keadaan orang yang menerimanya.
Wa aqaamash
shalaata = Dan dirikanlah sembahyang.
Mendirikan
sembayang dengan tepat waktu dan memenuhi aturannya secara tertib. Tetapi hal
itu tidak bisa terwujud, jika orang hanya mengerjakan (menunaikan)
perbuatan-perbuatan (gerakan) sembahyang dan ucapan (bacaannya) saja, tanpa
memperhatikan dan menghayati rahasia dan jiwanya.
Diantara
rahasia yang terkandung dalam sembahyang adalah orang yang menjalankannya
haruslah mempunyai akhlak yang utama dan jauh dari segala sifat kerendahan
diri. Orang tidak lagi malakukan kejahatan (kamaksiatan) dan tidak pula
melakukan kemunkaran. Juga tidak berkeluh-kesah, apabila tertimpa sesuatu
bencana. Tidak bakhil dan kikit jika memperoleh kebajikan.
Dia pun
tidak takut menjalankan kebenaran, meskipun menerima caci-maki dan cemoohan.
Tidak pula peduli terhadap kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan sikapnya
rajin menjalankan agama Allah, dan tidak menghiraukan harta-harta yang
dinafkahkannya untuk mencari kerelaan Allah.
Wa aataz
zakaata = Dan memberikan zakat.
Memberikan
zakat harta yang diwajibkan. Sedikit sekali dalam al-Qur'an ada kata as-shalaah
(shalat) yang tidak diiringi kata az-zakaah (zakat). Hal ini karena sembahyang
akan mengheningkan atau menenteramikan jiwa, sedangkan harta adalah imbangan
jiwa. Maka, mengeluarkan zakat dipandang sebagai suatu segi yang besar dalam
amalan-amalan kebajikan. Inilah sebabnya, sesudah Rasulullah wafat, para
sahabat sepakat memerangi orang Arab (muslim) yang tidak mau membayar zakat.
Sebab, orang yang tidak mau mengeluarkan zakat sama artinya meruntuhkan sendi
Islam dan merusak dasar keimanan.
Wal muufuuna
bi'ahdihim i-dzaa 'aahaduu = Dan orang-orang yang
menepati janji apabila benjanji.
Orang-orang
yang menepati janjinya, bila mereka mengadakan perjanjian atau suatu kontrak.
Hal ini mencakup janji yang dibuat oleh manusia dengan sesamanya, sebagaimana
janji yang dibuat oleh para mukmin dengan Tuhannya, yaitu: janji menuruti
perintahnya dan menaati segala hukum yang terdapat dalam agama-Nya.
Janji itu
tidak wajib ditepati, bahkan tidak boleh dipenuhi, apabila apa yang dijanjikan
itu mengenai perbuatan maksiat. Diserupakan dengan janji adalah akad (suatu
pengakuan, pernyataan). Seseorang yang telah berakat wajib menyempurnakannya,
asal isi akad itu tidak berlawanan dengan kaidah agama yang umum. Ketika kita
menunaikan janji dan akad terkandung pengertian kita ikut memelihara ketertiban
masyarakat. Karena dengan terlaksananya janji dan akad berarti transaksi antar
manusia bisa berjalan dengan baik, sekaligus bisa dihindarkan terjadinya
percekcokan dan kekacauan antaramereka.
Wash
shaabiriina fil ba'saa-i wadh dharraa-i wa hiinal baa'si = Dan sabar
dalam kemiskinan, dalam kemelaratan dan ketika menghadapi perang.
Orang-orang
sabar menderita kepapaan dan kesukaran, serta bersabar ketika tertimpa penyakit
atau kehilangan harta adan sewaktu melaawan musuh dalam medan perang.
Ulaa-ikal
la-dziina shadaquu = Mereka itulah orang-orang yang benar.
Merekalah
orang-orang yang berlaku benar dan mengaku dirinya beriman.
Wa ulaa-ika
humul muttaquun = Dan merekalah orang-orang yang bertaqwa.
Merekalah
yang telah menjadikan adanya pelindung antara dirinya dan kemurkaan Allah,
dengan cara menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.
Sebahian
ulama berkata: “Barang siapa mengamalkan ayat ini, sungguh sempurnalah imannya
dan tercapailah martabat keyakinannya yang paling tinggi.
Dalam ayat
ini Tuhan telah mengumpulkan pokok-pokok yang tersebut dalam ayat 62. Dalam
ayat ini Tuhan menambahkan penjelasan tentang amal shaleh dan penjelasan
tentang iman kepada malaikat, iman kepada kitab dan iman kepada Nabi. Orang
yang beriman kepada Allah juga beriman kepada Makhluk-Nya dan aturan-Nya.
Malaikat adalah penyuruh-penyuruh Allah yang menjaga peraturan-peraturan itu di
alam raya ini.[4]
d. Kesimpulan
Dalam ayat ini Tuhan
menjelaskan, menghadapkan muka ke arah kiblat yang ditentukan bukanlah suatu
kebajikan. Dalm agama, maksud kita disyariatkan menghadap ke arah kiblat
tertentu adalah, untuk memperingatkan orang bahwa ketika sedang sembahyang
berarti dia tengah bermunajat (berkomunikasi) dengan Allah, menyeru Tuhannya
lamgsung,dan berpaling dari selain Dia selain itu, dengan menghadap ke suatu
kiblat tertentu akan terwujud syiar untuk para umat yang berkumpul dengan
maksud yang satu pula. Yang demikian itu juga membiasakan mereka sepaham dalam
segala urusannya. Ayat al-birr menunjukan
bahwa orang-orang yang bisa mengumpulkan segala sifat ini pada dirinya mereka
dinamai: orang yang abrar (berbakti).
3.
QS. Adz-Dzaariyaat (51) : 56
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.
a.
Tafsir kata kunci
Menurut Quraish Shihab dalam buku tafsirnya, kata لِيَعْبُدُوْنِ
berarti ibadah, ibadah di sini adalah menyembah Allah. Mengerjakan semua yang
Allah perintahkan, dan tidak menyembah yang lain kecuali Allah.
Menanggapi pendapat di atas, kita dapat memahami bahwa sebagai
makhluk Allah kita harus beribadah kapada-Nya, karena itu lah tujuan Allah
menciptakan manusia dan juga makhluk yang lainnya.
b.
Kandungan Ayat
Wa maa khalaqtul jinna wal insa illa li ya’buduun = Aku tidak
menjadikan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah Aku.
Mengapa, hai Muhammad, Kamu
diperintahkan untuk memperingatkan umat manusia? Kamu diperintah untuk
memperingatkan bahwa jin dan manusia tidak dicipta kecuali untuk beribadat
kepada-Ku. Jin dan manusia dijadikan oleh Allah untuk beribadat kepada-Nya.
Tegasnya, Allah menjadikan kedua makhluk itu sebagai makhluk-makhluk yang mau
beribadat, diberi akal dan pancaindera yang mendorong mereka menyembah Allah.
Untuk beribadatlah tujuan mereka dicipta.
Oleh karena itu, ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan
firman Allah yang menjelaskan bahwa Allah telah membuat kebanyakan manusia dan
jin untuk menempati jahanam. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa makna ayat ini
adalah: Aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan supaya Aku
menyuruh mereka untuk mengerjakan beberapa perintah dan mencegah beberapa
larangan.
Segolongan ahli tafsir berpendapat bahwa makna ayat ini adalah: Aku
tidaklah menjadikan manusia dan jin, melainkan supaya tunduk dan merendahkan
diri kepada-Ku. Karena itu, tiap makhluk, baik jin maupun manusia, tunduk
kepada ketetapan dan kehendak Allah.[5]
c.
Kesimpulan
Allah menegaskan bahwa Dia menjadikan jin dan manusia supaya mereka
mengerjakan yang makrif dan mencegah mereka mengerjakan yang munkar. Untuk itu,
Allah menciptakan jin dan manusia bukan untuk mencari rezeki bagi-Nya atau
untuk mencari makanan bagi-Nya. Surat ini ditutup dengan ancaman kepada
orang-orang Quraisy bahwa mereka akan ditimpa azab yang sebelumnya sudah
ditimpa kepada umat-umat yang telah lalu.[6]
4.
QS. Ali Imran (3) : 92
`s9 (#qä9$oYs? §É9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB cq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOÎ=tæ ÇÒËÈ
Artinya:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
a.
Tafsir Kata kunci
Menurut Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah, kata البرْ pada
mulanya berarti “keluasan dalam kebajikan”. Kebajikan mencakup semua bidang,
termasuk keyakinan yang benar, niat yang tulus, serta tentu saja termasuk
menginfaqkan harta dijalan Allah. Allah juga mensejajarkan al-bir dengan
at-taqwa dan menghadapkannya dengan dosa.
Dalam menanggapi penafsiran dari kata al-bir ini, kita lihat dari
pendapat Quraish Shihab. Kebajikan yang sempurna yaitu kebajikan yang apa bila
seseorang melakukanknaya harus dengan hati yang ikhlas. Termasuk sedekah,
hendaknya sedekah atau infak yang kita keluarkan adalah sesuatu yang sangat
kita cintai, dan kita ikhlas memberikannya.
b.
Kandungan Ayat
Lan tanaalul birra hatta tunfiquu mimmaa tuhibbuuna = Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan yang sempurna,
sehingga kamu membelanjakan sebagian dari harta yang kamu cintai
Tidak sekali-kali kamu akan memperoleh kebajikan dan menjadi orang
yang diridhai oleh Allah, mendapatkan limpahan rahmat dan nikmat, serta masuk
surga dan terlepas dari azab, sebelum kamu membelanjakan sebagian dari harta
yang kamu cintai.
Dinukilkan oleh Abu Thalib dalam al-Qut dari Umar ibn
Khaththab bahwa beliau menghadiahkan kepala kambing kepada seorang lelaki
sahabat Rasul. Ketika disodori hadiah yang kan diberikan kepadanya, orang itu
berkata: “Saudaraku ai Fulan lebih memerlukan daripada aku”. Maka, Umar pun
menyuruh kepala kambing itu dibawa kepada orang yang ditunjuk. Tetapi orang
yang ditunjuk itu pun menunjuk orang lain, yang juga disebutnya lebih
memerlukan hadiah itu daripada dia.
Wa maa tunfiquu min syai-in fa-innallaaha bihii ‘aliim = Apa saja
(dari hartamu) yang kamu nafkahkan di jalan Allah, maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui.
Apa saja yang kamu belanjakan dari hartamu di jalan Allah, baik
ataupun buruk, Allah akan memberikan pembalasan sesuai dengan apa yang kamu niatkan.
Banyak orang yang menafkahkan apa yang dia cintai, tetapi disertai
riya (pamer). Banyak juga orang yang miskin, yang jiwanya penuh dengan kemauan
untuk berbakti, tetapi tidak mempunyai harta yang akan dinafkahkan.[7]
c.
Asbabun Nuzul
Abi Thalhah adalah salah satu seorang dari sahabat Ansar yang
terkaya di Madnah. Sedangkan harta kekayaan yang paling dicintai dan disayangi
adalah tanah Bairukha dan sengaja akan dijariahkan. Pada suatu waktu turunlah
ayat ke-92, sehingga dengan penuh kesadaran tanah itu diserahkan kepada
Rasulullah SAW untuk kepentingan agama. Padahal tanah itu berada didekat masjid
dan airnya baik sekali. Alhasil turunya ayat itu dimaksudkan untuk memberi
pancingan kepada para sahabat untuk banyak berderma mengikuti jejak Abi
Thalhah.[8]
d.
Kesimpulan
Dalam ayat ini Tuhan menegaskan bahwa tanda iman dengan neracanya
yang benar adalah mengeluarkan harta yang dicintai ke jalan Allah dengan sikap
ikhlas serta niat yang baik. Para Yahudi yang mengaku dirinya yang dikasihi
Allah mengutamakan harta atas keridhaan Allah. Kalau seseorang di antara mereka
menyedekahkan hartanya, maka dia memberikan harta yang terburuk atau sisa,
sedangkanharta yang baik-baik lebih dahulu diambilnya, karena cinta harta
mengalahkan cinta kepada Allah. Seseorang tidak bisa menjadi mukmin yang benar
, jika belum mau membelanjakan sebagian harta yang dicintainya.[9]
5.
QS. Hud (11) : 6
* $tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ
Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu
dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh
mahfuzh).
a.
Tafsir kata kunci
Kata رِزْقُهَا yang artinya rizqi pada mulanya, sebagaimana ditulis oleh pakar
bahasa Arab Ibnu Faris, berati pemberian untuk waktu tertentu. Kemudian
berkembang menjadi pangan, pemenuhan kebutuhan, hujan dan lain-lain. Sementara
para pakar membatasi pengertian rizqi pada pemberian yangbersifat halal,
sehingga yang haram tidak termasuk rizqi.
Dari kedua pendapat di atas kita dapat memahami hakekat rizqi yang
benar. Kita harus tahu bahwa rizqi yang tersebar di dunia ini bukan saja untuk
manusia, tetapi untuk makhluk Allah yang lain, termasuk binatang. Kemudian
untuk rizqi yang halal dan yang haram dapat kita artikan bahwa rizqi yang haram
itu tetap saja disebut rizqi. Hanya saja rizqi yang haram itu adalah rizqi yang
tidak berkah sedangkan yang halal itu rizqi yang berkah.
b.
Kandungan ayat
Wa maa min daabbatin fil ar-dhi illaa ‘alallaahi rizuhaa = Dan tidak ada seekor pun binatang melata dibumi, melainkan
Allah yang menanggung rezekinya.
Allah memudahkan binatang-binatang itu mencari rezeki dan menunjuki
binatang-binatang itu usaha-usaha yang mendatangkan rezeki. Kata “binatang”
yang terdapat dalam ayat ini mencangkup semua jenis binatang, baik yang dapat
dilihat dengan mata ataupun yang hidup diangkasa yang tinggi. Masing-masing
binatang mendapat makanan yang sepadan dengan dirinya.
Wa ya’lamu mustaqarrahaa wa mustauda’ahaa = Dan Allah mengetahui tempat tinggalnya serta di mana dia
ditempatkan.
Allah
mengetahui tempat tinggal binatang-binatang itu, sebagaimana Allah mengetahui
tempat penyimpanannya sebelum dikeluarkan dimuka bumi, baik melalui rahim
induknya maupun perut bumi. Di dalam masing-masing keadaan itu, hanya Allah
yang memberikan rezekinya.
Kullun fii kitaabim mubiin = Seluruhnya tercantum dalam kitab yang nyata.
Semua yang tersebut itu, baik binatangnya, tempat tinggalnya,
tempat penyimpanannya, maupun makanannya, semua termaktub dalam kitab yang
nyata, yaitu Lauh Mahfuzh yang mencatat semua kadar (ketentuan) makhluk.[10]
c.
Kesimpulan
1)
Semua
makhluk yang berada di bumi dijamin rezekinya oleh Allah swt. Pemberian rezeki ditentukan
sejak berada dalam rahim ibu, namun demikian manusia tetap harus berikhtiar
mencari rezekinya.
2)
Semua
manusia diperintahkan untuk memanfaatkan alam semesta yang berada di
sekitarnya, untuk kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
3)
Penciptaan
langit, bumi dan seluruh isinya menjadi ujian bagi para hamba-Nya, apakah
mereka memanfaatkan sesuai dengan bimbingan Allah, ataukah mereka gunakan
sebagai pemuas nafsu belaka.
6.
QS. Al-An’am (6):151
* ö@è% (#öqs9$yès? ã@ø?r& $tB tP§ym öNà6/u öNà6øn=tæ (
wr& (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© (
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) (
wur (#þqè=çFø)s? Nà2y»s9÷rr& ïÆÏiB 9,»n=øBÎ) (
ß`ós¯R öNà6è%ãötR öNèd$Î)ur (
wur (#qç/tø)s? |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $yg÷YÏB $tBur ÆsÜt/ (
wur (#qè=çGø)s? [øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4
ö/ä3Ï9ºs Nä38¢¹ur ¾ÏmÎ/ ÷/ä3ª=yès9 tbqè=É)÷ès?
ÇÊÎÊÈ
Artinya
:Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan
atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan
Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh
anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan
kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik
yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya). (QS. Al-anam :151)[11]
a. Tafsir kata kunci
Kata حَرَمَ yang artinya haram, dalam ayat di atas diartikan
sebagai larangan dari Allah Swt. Ketentuan itu adalah dari Allah, dan ketentuan
itu harus ditaati. Di dalamnya terdapat beberapa larangan yang harus di jauhi,
agar hidup manusia selalu berada dalam ridho illahi.
Yang harus kita garis bawahi dalam ayat ini adalah larangan dari Allah
Swt. Kata حَرَمَ yang artinya haram di atas juga termasuk perintah dari Allah,
agar kita menjauhi sesuatu yang haram/dilarang oleh Allah tersebut. Kemudian
melaksanakan perintah-perintah-Nya.
b. Kandungan ayat
*öNà6øn=tæ t
öNà6/u
P§ym$tB@ø?r& ((#öqs9$yès? @è%
Katakanlah,
marilah kepadaku supaya aku membacakan apa yang diharamkan tuhan kepadamu.
Maksud ayat diatas yaitu : Marilah tahan
kepadaku, kata Nabi Muhammad. Aku akan membacakan apa yang diharamkan lepadamu
oleh Tuhanmu yang memegang hak tasyri’ (membuat aturan syara’), tahlil
(menghalalkan), dan tahrim (mengharamkan), sedangkan aku hanya seorang utusan
yang menyampaikan perintah-perintahnya.
$\«øx©¾ÏmÎ/ (#qä.Îô³è@ wr&
Yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan dia.
Maksudnya janganlah kamu mempersekutukan sesuatu mahkluk dengan
Allah, walaupun bagaimana besarnya mahkluk itu, seperti matahari, atau sesuatu
yang kadar martabatnya seperti nabi-nabi dan malaikat. Semua mahkluk itu tunduk
di bawah kehendak dan aturan Allah.
Karena itu wajiblah kamu menyembah Allah, menaati dia dan berdoa
kepadaya, serta menuruti ajaran Rasul SAW.
È$YZ»|¡ômÎ)ûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur
Dan berbuatlah ihsan
kepada ibu bapakmu.
Berbuat baiklah kepada
ibu bapakmu dengan ikhlas dan tulus hati. Hal ini menghendaki agar kamu tidak
menyakiti mereka berdua. Betapapun kecilnya perbuatan yang menyakiti mereka,
haruslah dihindari. Mendurhakai orang tua adalah dosa besar.
Al-Quran sering
mengiringkan perintah perintah beribadat kepada Allah dengan perintah berbuat
baik kepada orang tua. Artinya, perintah berbuat baik kepada orang tua selalu
diletakkan beriringan setelah perintah beribadat kepada Allah. Diriwayatkan
oleh Bukhari Muslim dari Ibn mas’ud yang artinya:
“ Saya bertanya
kepada Rasul tentang amal yang sangat utama, maka beliau menjawab:
‘bersembahyanglah pada waktunya.’ Saya bertanya lagi: ‘sesudah itu apa?’ Jawab
beliau : ‘ berbakti kepada ibu bapak. ‘ saya bertanya kembali : ‘ sesudah itu
apa? ‘beliau menjawab : ‘ berjihad dijalan Allah.”
Ini suatu dalil yang
nyata bahwa kita harus memenuhi hak orang tua. Yang dimaksud berbuat ihsan
kepada orang tua adalah memperlakukan mereka secara baik, berdasarkan kasih
sayang bukan karena terpaksa. Apabila kita berbakti kepada orang tua, maka
kelak anak-anak kita juga akan berbakti kepada kita. Nabi saw. Bersabda:
“ berbaktilah kepada orang tuamu agar anak-anakmu
berbakti kepadamu.”
(ï (ööNèd$Î)ur9Nà6è%ãötR ß`ós¯R
,»n=øBÎ)ÆÏiB
Nà2y»s9÷rr&
#þqè=çFø)s?wur
serta janganlah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami memberi rezeki kepada kamu
dan kepada mereka.
Janganlah kamu
membunuh anak-anakmu kerana takut miskin. Sebab, Allah telah merezekikan
kepadamu dan kepada mereka.
ÆsÜt/$tBur$yg÷YÏB|tygsß $tB
·Ïmºuqxÿø9$#
(#qç/tø)s? wur
Janganlah
kamu mendekati segala sesuatu yang keji , baik yang lahir maupun yang
tersembunyi.
Janganlah
kamu mendekati perbuatan yang mendatangkan dosa besar, baik berupa perbuatan
maupun ucapan, seperti zina dan memfitnah. Baik yang dilakukan secara terang
terangan ataupun tersembunyi. Tidak dibenarkan kita melakukan perbuatan itu.
( Èd,ysø9$$Î/twÎ) ÓÉL©9$# ª!$#
P§ym
ÓÉL©9$# [øÿ¨Z9$##qè=çGø)s?wur
Janganlah
kamu membunuh manusia (jiwa) yang diharamkan oleh Allah, kecuali dengan jalan
yang hak (benar,sah).
Maksudnya,
janganlah kamu membunuh manusia yang diharamkan oleh Allah, baik orang tersebut
telah masuk islam atau masih menjadi dzimmi (nonmuslim) atau telah menjalin
perjanjian damai, seperti ahlul kitab yang bermukim di wilayah negeri muslim. [12]
Nabi
saw bersabda:
Tidak
halal darah seorang islam kecuali dengan tiga sebab : kufur sesudah iman, zina
sesudah muhshan (bersuami-beristri), dan membunuh orang tanpa ad alasan yang
membenarkan.
Setiap
jiwa yang muslim haram dibunuh kecuali dengan melakukan salah satu dari keiga
sebab tersebut. Yakni, berzin dalam keadaan
muhshan, membunuh orang dengan sengaja dan kembali kepada kufur. Orang
kafir yang bertempat tinggal di negeri muslim mempunyai hak memperoleh
perlindungan atas jiwanya selama dia tidak melakukan perbuatan yang dapat
menghapuskan hak tersebut.
ö÷
tbqè=É)÷ès?/ä3ª=yès9 ¾ÏmÎ/
Nä38¢¹ur/ä3Ï9ºs
Itulah
yang dipesankan kepadamu, mudah-mudahan kamu memahaminya.
Maksudnya
Allah memerintahkan kamu supaya melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan
(kemaksiatan) untuk menyiapkan kamu selalu mau mengikuti perbuatan kebajikan
dan kemanfaatan mengerjakan yang disuruh (makruf) dan menjauhi hal-hal yang
dilarang (munkar).
7.
QS. Al-Isra’ (17) : 31
wur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$Î)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%2 $\«ôÜÅz #ZÎ6x. ÇÌÊÈ
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut
kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
a.
Tafsir kata kunci
Kata تَقْتُلُوْا yang artinya membunuh, ditafsirkan sebagai larangan. Allah
menciptakan makhluknya dengan segala ketentuan. Seperti hidup, mati, juga
rizqinya. Oleh karena itu kita dilarang membunuh karena takut miskin.
Mari kita perhatikan secara detail. Allah melarang kita untuk
membunuh, karena benar menusia telah ditentukan rizqinya oleh Allah. Seorang
anak adalah amanah yang harus dijaga, bukan disia-siakan. Karena mambunuh
adalah dosa yang besar.
b.
Kandungan ayat
Wa laa taqtuluu
awladakum khasy-yata imlaaqin nahnu narzuquhum wa iyyaakum
= Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin, Kami yang
memberi rezeki kepada mereka dan memberi rezeki kepadamu.
Janganlah
kamu bayi-bayi perempuanmu, tegas Allah, karena kamu takut akan jatuh miskin.
Kami (Allah) yang member rezeki kepada mereka, bukan kamu. Karenanya, kamu
janganlah takut miskin dengan alasan anak perempuan tidak mampu mencari rezeki.
Sebagian
orang Arab jahiliyah mengubur hidup anak-anak perempuannya, karena takut akan
jatuh miskin atau untuk menolak keaiban yang mungkin menimpa diri mereka akibat
anak perempuan itu. Sebaliknya, mereka memelihara baik-baik anak lelaki dengan
harapan bahwa anak-anak lelaki akan membantu dalam memerangi musuh.
Inna qatlahum kaana
khith-an kabiiraa = sesungguhnya membunuh mereka adalah
dosa yang besar.
Membunuh
anak jika dengan alasan takut miskin berarti berburuk sangka kepada Allah.
Tetapi jika karena cemburu berarti mereka berusaha merusak dunia. Keduanya
sama-sama tercela.
c. Kesimpulan
1)
Allah
melarang membunuh anak perempuan, seperti kebiasaan kaum musyrik Quraisy,
dengan alasan takut menjadi miskin dan terhina.
2)
Allah
menjamin rezeki setiap makhluk yang ada di dunia ini. Dia pula yang berkuasa
untuk melapangkan atau membatasinya.
B.
Munasabah Ayat
Dalam surat al-baqarah ayat 155 ini allah
memberikan ujian kepada manusia agar mereka bersabar. Bersabar dalam menghadapi
kegagalan dalam berusaha, kekurangan bahan makanan dan lain-lain. Harusnya kita
tidak putus asa dalam menghadapi kegagalan dan tidak menyalahkan takdir.
Kemudian dalam ayat 177 dijelaskan bahwa
orang yang sabar akan senantiasa meningkatkan keyakinannya dan ketaqwaannya
kepada Allah. Menjauhi segala perbuatan dan pekerjaan yang dilarang Allah.
Sehingga ketaqwaannya akan bertambah tinggi. Yang dalam surat Adz-Dzariyat ayat
56 telah Allah jelaskan bahwa manusia dan jin diciptakan untuk beribadah. Orang
yang bertaqwa akan mengimplementasikan keimanannya dalam segala aspek
kehidupan, termasuk dalam ekonomi. Ia akan menganggap bahwa pekerjaan yang
ikhlas termasuk ibadah. Sehingga ia akan mencari rizqi dengan jalan yang halal.
Selanjutnya dalam surat al-imran ayat 92,
bahwa ibadah yang baik akan berpengaruh pada tingkah laku manusia, di
mana akan membentuk kebajikan. Kemudian kebajikan yang sempurna akan membuat
orang manjadi tentram. Mereka akan suka menolong sesama, dan memberikan
sesuatau yang baik. Sehingga Allah akan memberkahi semua rizqi yang ia peroleh.
Seperti dalam surat al-hud ayat 6 bahwa rizqi
yang baik adalah yang diperolah dengan jalan yang halal (diridhoi Allah). Orang
yang beriman akan mengerti bahwa rizqi yang ada di bumi ini juga diperuntukan
untuk makhluk lain termasuk binatang. Sehingga mereka akan menjaga kelangsungan
hidup lingkungan.
Allah pun telah menjelaskan tentang larangan
atau sesuatu yang diharamkan dalam surat al-an’am ayat 151. Orang yang memiliki
akidah yang baik akan senatiasa menjauhi larangan itu dan melaksanakan semua
perintah-Nya. Karena larangan itu jika dikerjakan akan dihitung dosa. Kemudian
diperjelas dalam surat al-israa’ ayat 31, bahwa yang termasuk dosa (besar)
salah satunya adalah membunuh. Kita dilarang membunuh anak-anak kita, karena
mereka juga memiliki hak untuk hidup. Allah telah menentukan rizqi untuk
anak-anak kita. Oleh karena itu kita dilarang membunuhnya. Seharusnya sebagai
seorang muslim hendaknya kita jadikan anak-anak kita sebagai motivasi untuk
mencari rizqi yang halal dan diberkahi oleh Allah SWT.
Daftar Pustaka
A. Mujab
Mahali.2002. Asbabun Nuzul: Stusdi Pendalaman Al-Qur’an. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Ash-Shiddieqy,
Muhammad Hasbi, Teungku.2000.Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur. Semarang: PT
Pusaka Rizki Putra
Oppa Hermanto, Aktifitas
Ekonomi dengan Akidah, (online at: http://oppahermanto.blogspot.com/2012/12/makalah-tafsir.html, diakses pada 18 Oktober 2014
[1]Oppa Hermanto, Aktifitas
Ekonomi dengan Akidah, (online at: http://oppahermanto.blogspot.com/2012/12/makalah-tafsir.html, diakses pada
18 Oktober 2014)
[2] Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur, (Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 245-247
[3] A. Mujab
Mahali, Asbabun Nuzul: Stusdi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 57-58
[4] Ash-Shiddieqy,
Muhammad Hasbi, Teungku, TAFSIR AL-QUR’AN MAJID AN-NUUR (Semarang: PT Pusaka
Rizki Putra, 2000) 276-282
[5] Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Op Cit., h. 3972-3973
[6] Ibid., h.
3974
[7] Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Op Cit., h. 638
[8] A. Mujab
Mahali, Op Cit., h. 163-164
[9] Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Op Cit., h. 639
[10] Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur 3,(Semarang:PT.
Pustaka Rizki Putra, 2000),hal.1872-1873
[11]
Teungku Muhamad
Hasbi ash-Shiddieqy,Tafsir Alqur’anul Majid An-nur(semarang; Pustaka
Rizki Putra;2000)hlm.1330.